Rabu, 28 Mei 2014

Bahan Ajar Pendidikan Tinggi



BAHAN AJAR PENDIDIKAN TINGGI
A.   Pengembangan Bahan Ajar Pendidikan Tinggi Jarak ]auh
Pengembangan bahan ajar PTJJ pada umumnya dilakukan oleh suatu tim bahan ajar yang terdiri dari lima unsur dengan tugas yang berlainan, yaitu: (1) ahli rnateri, yang menulis dan menelaah substansi materi; (2) spesialis media, yang memproduksi media yang mendukung atau melengkapi bahan ajar cetak seperti audio, video, Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK); (3) ahli teknologi pendidikan, yang rnembantu penataan struktur isi, klasifikasi tujuan, seleksi media, aktivitas siswa, dan evaluasi; (4) editor, yang menyunting teks; serta (5) manajer pengembangan mata kuliah, yang menjaga agar proses pengembangan dan produksi bahan ajar berjalan seperti yang diharapkan (Hawkridge, dalam Lockwood. 1994). Banyak-nya elemen yang teiiibat menyebabkan kerja tim memerlukan waktu yang cukup panjang, sekitar tiga tahun dari awal penulisan hingga produksi cetak.
Selain itu, pengembangan bahan ajar pun dapat dilakukan oleh tim pengemas. Tim bertugas merekreasi bahan ajar PTJJ dengan mengambil buku teks atau referensi yang sudah tersedia, dan menulis panduan belajar tentangnya, dengan tambahan media noncetak yang diperlukan.
Pentingnya  pengembangan  bahan ajar PTJJ oleh tim disebabkan oleh   banyaknya keahlian yang diperlukan untuk menghasilkan bahan ajar yang baik. Di samping itu penyiapan hingga produksi suatu bahan ajar PTJJ memerlukan waktu dan dana yang tidak sedikit. Karena itulah penyiapan dan penanganan bahan ajar harus dilakukan sebaik dan sematang mungkin.
1.      Rancangan Teoretis Pengembangan Bahan Ajar
Menurut sejumlah riset yang telah dilakukan, kualitas bahan ajar ini dapat mempengaruhi retensi dan keberhasilan studi mahasiswa PTJJ (Simpson, 2000). Riset yang dilakukan Kember dan Grow   (dalam Carr, Ed., 1999) menunjukkan betapa sajian bahan ajar yang melulu bergaya ceramah atau penyampaian inforrnasi, dan bukan pembelajaran yang interaktif, kian memperparah ketidakmandirian pebelajar sehingga kian mengentalkan gaya belajar menghafal yang kerap dikaitkan dengan miskin dan rendahnya capaian belajar.
Mengingat misi strategis yang diembannya, bahan ajar PTJJ seyogyanya memiliki sekurang-kurangnya dua karakteristik, yaitu Iengkap  dan  membelajarkan diri pebelajar. Karakteristik lengkap mengharuskan suatu bahan ajar PTJJ menyediakan segenap  materi ajar yang perlu dikuasai mahasiswa dan memungkinkannya   untuk mencapai   tujuan atau kompetensi suatu mata pelajaran.
Sementara itu, karakteristik "membelajarkan diri mahasiswa" menuntut bahan ajar PTJJ agar dapat merangsang dan mendukung terbentuknya pengalaman belajar mahasiswa yang berkualitas secara mandiri serta refleksi atas proses belajar yang dilakukannya. Bahan ajar harus dapat menghldupkan imajinasi dan aktivitas mental, memicu motivasi belajar, dan mendorong mahasiswa untuk melakukan pelbagai modus aktivitas belajar mahasiswa yang bermakna.
Gejala belajar terbimbing dan belajar dengan menghapal merupakan gejala universal yang cukup banyak dijumpai pada mahasiswa PTJJ (Carr, Ed. 1999; Kadarko, 2002). Jadi, bila asumsi itu tidak sepenuhnya benar. maka institusi PTJJ berkewajiban untuk mendidik dan membantu mereka menjadi pembelajar mandiri. Di antaranya, melalui bahan ajar yang membelajarkan manasiswa,serta pelatihan atau pun ragam bantuan belajar lain yang sesuai, seperti tutorial dan konseling (Simpson, 2000).
Menurut Lockwood (1998). bahan ajar PTJJ yang berkarakter membelajarkan diri pebelajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut
a.               Belajar individual, yakni mahasiswa dapat belajar sendiri tanpa harus menunggu jumlah tertentu untuk membentuk kelompok belajar.
b.              Belajar dapat terjadi kapan dan di mana saja tanpa terikat oleh waktu atau tempat tertentu. Pebelajar dapat memutuskan sendiri waktu dan tempat belajar yang diinginkan sesuai dengan keadaannya.
c.               Materi ajar terstandar, maksudnya semua mahasiswa menerima dan menggunakan bahan dan materi ajar yang sama.
d.              Pengajaran yang terstruktur, artinya sajian bahan ajar ditata sedemikian rupa yang mencerminkan strategi pembelajaran yang diperkirakan paling efektif dan efisien.
e.               Belajar aktif, yakni setiap individu belajar melalui pengalaman belajar yang bermakna dengan bertolak dari ide-ide atau topik-topik yang disajikan, daripada sekedar menelan apa yang diceritakan tentang ide-ide itu.
f.                Memiliki balikan yang memungkinkan mahasiswa secara terus-menerus memperoleh masukan untuk membantu-nya memonitor dan memperbaiki kemajuan belajarnya.
g.               Memiliki tujuan pembelajaran yang jelas sehingga mahasiswa dapat memahami kompetensi yang mesti dicapainya.
h.              Penggunaan bahasa bersifat interaktif dan rasional untuk menciptakan situasi komunikasi yang akrab, dekat, dan dialogis.
Ciri-ciri itulah yang membedakan bahan ajar PTJJ dengan buku teks. Perbedaan keduanya dapat diberikan dalam table berikut.
Buku teks
Bahan ajar yang membelajarkan mahasiswa (PTJJ)
Berasumsi pembaca berminat
Dirancang untuk umum
Jarang menetapkan tujuan belajar
Ditata untuk para ahli/yang berpengalaman
Sedikit atau tidak pada penilaian diri
Jarang mengantisipasi kesulitan pengguna
Biasanya menyajikan ringkasan
Menggunakan gaya impersonal
Padat isi/materi

Pada tata letak
Pandangan pembaca jarang diminta
Tidak ada saran tentang keterampilan belajar
Bertujuan untuk persentasi yang ilmiah
Dapat dibaca secara pasif
Membangkitkan minat
Dirancang untuk pengguna khusus
Selalu menetapkan tujuan belajar
Ditata menurut kebutuhan pebelajar

Menekankan pada penilaian diri
Menjaga potensi kesulitan pengguna

Selalu menyajikan ringkasan
Menggunakan gaya personal
Tidak hanya berisi/berorientasi pada materi
Tata letak lebih terbuka
Evaluasi pembelajar selalu disediakan
Menyajikan saran belajar

Bertujuan untuk keberhasilan mengajar

Memerlukan respon yang aktif
Pendeknya, berdasarkan pengalaman praktis dan referensi yang relevan, bahan ajar cetak PTJJ seyogyanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Lihat pula Dekkers dan Kemp dalam Lockwood. 1995).
a.               Ditulis untuk memuaskan pebelajar
b.              Berfokus pada pengalaman pebelajar
c.               Mengernbangkan strategi dan keterampi.an be.lajar yang mandiri
d.              Menekankan pada tujuan pembelajaran
e.               Ditata sesuai dengan Kebutuhan pebelajar
f.                Bertolak dari target pebelajar yang jelas
g.               Berisi fitur. tanda, atau simbol yang dapat- memotivasi pebelajar
h.              Berangkat dari keterampilan belajar yang diperoleh pebelajar.
i.                  Memberikan pembelajaran yang dipersyaratkan.
j.                  Mendorong pebelajar untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari.
k.              Mengajukan berulang kali pertanyaan kepada pebelajar.
l.                  Memberikan balikan.
m.          Menguji dan menggali konsep yang dimiliki pebelajar.
n.              Memberikan cukup latihan yang dapat. memajukan belajar
o.              Menuntut kegiatan baca dan aktivitas.
p.              Memungkinkan pebelajar untuk mengecek dan merefleksi proses dan kemajuan belajarnya.
q.              Mengemas sajian yang membantu untuk dapat belajar
secara efisien
r.                 Menata informasi yang diperlukan pebelajar untuk setiap bagian.

Selanjutnya, untuk  mewujudkan ciri lengkap dan membelajarkan dalam bahan ajar PTJJ, sekurang-kurangnya ada tiga hal yang harus diperhatikan. Ketiga hal itu berkaitan dengan keadaan pebelajar ( mahasiswa sebagai pengguna bahan ajar), modus pembelajaran yang mengaktifkan, serta pengemasan bahan ajar.

2.              Pengguna Bahan Ajar.
Bahan ajar ditulis untuk kepentingan mahasiswa. Bukan untuk kepentingan penulis atau institusinya semata. Oleh karena itu, kriteria awal bahan ajar PTJJ yang baik adalah yang dapat memenuhi kebutuhan peserta didik. Untuk menghasilkan bahan ajar seperti itu, penulis hendaknya bertolak dari pertanyaan: (1) Siapa mahasiswa saya? dan (2) Bagaimana kemampuan awal mereka? Akan sangat baik apabila jawaban terhadap kedua pertanyaan itu didasarkan atas data yang benar.
Tak kalah pentingnya untuk dipahami oleh penulis adalah kultur dan kemampuan belajar umumnya mahasiswa. Para ahli PTJJ (Garland, 1993; Simpson, 2000) serta riset yang dilakukan oleh Kadarko (2002) menyimpulkan bahwa secara kultural mahasiswa   UT   belum   terlalu   siap   mengantisipasi dan menyesatkan diri terhadap perubahan dan (1) ketergantungan terhadap dosen atau guru menjadi belajar mandiri. (2) belajar tatap muka ke belajar jarak jauh. (3) belajar dari sumber lisan ke sumber belajar berbasis teks tertulis, (4) lingkungan belajar kampus ke lingkungan rumah.
Yang juga harus diperhatikan penulis dalam mengembangkan bahan ajar adalah peruntukan jenjang program. Untuk mahasiswa jenjang program apa, bahan ajar itu ditulis? Ini terkait dengan keluasan dan kedalaman ruang materi sajian. Ruang kurikuler bahan ajar untuk mahasiswa diploma pasti tidak persis sama dengan jenjang sarjana, yang juga pasti berbeda dengan Program rnagister. Ini harus dipahami betul oleh penulis, sebab latar belakang pendidikan, pengalaman keilmuan, dan lingkungan gerak penulis akan mempengaruhi ruang lingkup sajian bahan ajar. Begitu pula penggunaan bahasa yang hebat ternyata tidak membantu mahasiswa untuk mencerna materi ajar itu secara cepat dan mudah.
Sementara itu, faktor-faktor lain yang mempengaruhi mahasiswa seperti akses terhadap sarana pendukung belajar seperti telepon, tape, mesin video, dan komputer perlu pula diperhatikan. Pertimbangan ini diajukan agar pengembang bahan ajar tidak menggunakan media non-cetak yang sukar digunakan oleh mahasiswa karena akses peralatan sulit, misalnya.
Jadi pemahaman dan kesadaran yang baik tentang latar belakang mahasiswa, berikut kultur dan pengalaman belajarnya yang sangat heterogen, serta jenjang program peruntukan bahan ajar, akan membantu kearifan penulis bahan ajar dalam menggunakan ragam bahasa, memulai dan menyajikan materi ajar, menata aktivitas instruksional mahasiswa, serta mengemas bahan ajar. Bahan ajar PTJJ, sebagaimana dituntut dalam prinsip belajar, harus sesuai dengan tingkat kemampuan pebelajar, yaitu "mulai dari tempat pebelajar berada". Sebab jika tidak, muatan bahan ajar tidak akan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan awal peserta didik. Bahan ajar tidak akan dapat dicerna dengan baik, sehingga kompetensi mata kuliah pun tidak tercapai.
Persoalannya, bagaimana menentukan titik berangkat sajian bahan ajar bagi mahasiswa yang memiliki latar belakang yang beragam? Penulis harus mengambil titik moderasi atau titiktengah agar tidak memfrustasikan mahasiswa yang berkemampuan awal tidak tinggi, dan menghilangkan minat belajar mahasiswa yang berkemampuan awal tidak rendah. Untuk menentukan garis tengah tersebut, sangat diperlukan penilaian profesional penulis.

3.              Modus Pembelajaran yang Mengaktifkan
Bahan ajar PTJJ tidak boleh hanya berisi mated ajar seperti halnya buku teks, tetapi juga secara integratif memuat berbagai aktivitas dan pengalaman belajar yang bermakna. Untuk itu, apa pun pendekatan instruksional yang dipakai, bahan ajar harus dapat memicu dan memacu mahasiswa secara aktif untuk belajar.
Oleh karenanya, bahan ajar harus mampu mendorong mahasiswa untuk merefleksikan tujuan, proses, dan kemajuan belajarnya. Refleksi dibangun melalui pertanyaan retoris danretrospektif, serta latihan,   pemberian tugas, dan penilaian diri yang disertai dengan rambu-rambu yang sesuai.
Lockwood (1994) menyajikan tiga model yang dapat digunakan untuk mengaktifkan mahasiswa dalam belajar dengan modul atau bahan ajar cetak.
a.               Tutorial Cetak
Tutorial adalah bantuan belajar yang diberikan seorang tutor untuk membantu dan memotivasi mahasiswa memecahkan persoalan belajar, mengatasi kesulitan penguasaan konsep atau keterampilan, serta memantapkan pemahaman mahasiswa, yang berujung pada pemicuan dan pemacuan belajar. Dalam tutorial, tutor lebih berperan sebagai pendukung, fasilitator, dan motivator, daripada sebagai guru apalagi sebagai juru cerita atau tukang ceramah atau penerus informasi belaka.
Implikasi dari konsep tutorial-cetak tersebut adalah ketika menulis bahan ajar, penulis hendaknya membayangkan dirinya sebagai tutor yang sedang berinteraksi dengan pebelajar.
Pendeknya. bahan ajar seharusnya menggambarkan apa yang dilakukan penulis, selaku tutor dan mahasiswa. Penulis membangun keterampilan belajar yang memungkinkanpebelajar mendapatkan gambaran tentang materi ajar secara utuh. serta belajar mengintegrasikan apa yang telah dipelajari sebelumnya dengan apa yang telah diajarkan, sebelum balikan diberikan.
Berbagai hal yang dapat digunakan untuk menciptakan tutorial cetak di antaranya adalah sebagai berikut
1)             Konteks, yang menjelaskan topik, masalah, gagasan, atau apa put yang dapat memicu aktivitas belajar mahasiswa
2)             Tipografi, tanda-tanda tertentu yang mengingatkan siswa untuk berhenti atau melakukan aktivitas tertentu.
3)             Judul, untuk mengidentifikasi aktivitas tertentu dan membedakannya dari yang lain.
4)             Rasional, untuk menjelaskan betapa suatu aktivitas itu penting dilakukan.
5)             Waktu, untuk menunjukkan ruang lingkup dan kedalaman sebuah respons yang harus diberikan  mahasiswa (tentu saja tergantung pada minat, kemampuan, dan pengalaman pebelajar).
6)             Instruksi, untuk memberikan petunjuk kepada pebelajar. tentang cara memberikan respons yang diharapkan.
7)             Ruang. untuk mencatat respons mahasiswa.
8)             Balikan, yang disampaikan untuk menanggapi respons yang kira-kira diberikan oleh mahasiswa dan sebagai batu loncatan untuk menuju pada bagian materi ajar berikutnya.
Tutorial cetak demikian akan berdampak pada gaya penulisan. yang selanjutnya dapat menciptakan hubungan virtual di antara mahasiswa dengan tutor (dosen) yang sangat diperlukan dalam suatu proses pembelajaran.
Dalam penerapan tutorial cetak, penulis dapat mengawali tulisannya dengan sajian kasus, contoh, pemecahan masalah, rancangan lanjutan, ajakan refleksi, pertanyaan pemandu, atau apa pun yang dapat membuat pebelajar tertarik, tertantang, dan penasaran. Awal sajian sebaiknya tidak langsung pada materi ajar. Sementara itu, paparan selanjutnya dapat diselang-seling antara bahasan konseptual dengan contoh, tugas, pertanyaan, dan penilaian. Pendekatan induktif-deduktif dan deduktif-induktif dapat pula digunakan secara kombinasi.
Rowntree (dalam Lockwood, 1994) mengidentifikasi model ragam sajian materi ajar sebagai berikut.
1)             Topik demi topik,    yang dapat dipelajari mahasiswa secara berurut.
2)             Urutan waktu, untuk memudahkan sajian yang memilik struktur materi yang luas seperti sejarah atau tahapan dalam proses ilmiah.
3)             Ruang demi ruang atau lingkaran mempunyai pusat yang sama, yang didasarkan pada ruang atau hubungan geografis materi ajar seperti anatomi, kimia struktur, atau fungsi-fungsi dalam suatu organisasi.
4)             Struktur logis atau hierarkis, yaitu suatu tahapan tertentu harus dikuasai lebih dulu sebelum memasuki memasuki tahapan berikutnya.
5)             Berpusat pada masalah, yang bertolak dari suatu kasus atau serangkaian persoalan yang berhubungan dengan minat atau pengalaman mahasiswa.
6)             Urutan spiral, yang mengupas konsep-konsep dan hubungan di antara berbagai konsep yang diperkenalkan pada sajian awal, kemudian dikembangkan bersama-sama sehingga pemahaman mahasiswa tentang konsep-konsep itu semakin berkembang ke arah yang lebih rumit.
7)             Runut ke belakang, yang mengajak pebelajar untuk mengenal suatu proses secara keseluruhan dan mengajarkan hal yang paling akhir terlebih dahulu Misalnya, mahasiswa diajak untuk menafsirkan suatu hasil tes kimia sebelum dia memperoleh keterampilan yang secara formal disajikan oleh penulis
Dalam penyajian materi ajar, berbagai model itu dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan.

b.      Panduan Kegiatan Refleksi
Informasi yang cukup pertu diberikan kepada mahasiswa agar dapat belajar melalui bahan ajar dengan baik. Juga balikan yang dapat digunakan mahasiswa untuk menilai sendiri tugas atau pertanyaan yang diresponsnya. Konsep ini didasarkan atas beberapa asumsi berikut.
1)             Berbagai aktivitas hanya menawarkan saran dan panduan bagi kegiatan pebelajaran aktivitas dalam konteks nyata dan bervariasi, yaitu sejumlah keterampilan atau kemampuan dikembangkan, ciperluas, atau diperbaiki.
2)             Pebelajar harus dilibatkan secara aktif dalam berpikir kritis dan reflektif yang dikaitkan dengan pengalaman belajarnya.
3)             Pelbagai aktivitas kerap menuntut, menyita waktu, dan terkait dengan situasi unik yang ditemukan oleh pebelajar.

Penulis hendaknya mampu memancing dan menantang mahasiswa untuk menghubungkan dan mengungkapkan pengetahuan, pengalaman, serta pendapatnya ketika berhadapan dengan topik sajian yang baru. Peluang untuk berbeda pendapat antara penulis dan mahasiswa pun sebaiknya selalu dibuka. Karena itu, selain materi ajar, penulis pun hendaknya menyajikan pula strategi belajar termasuk cara-cara pemecahan suatu kasus atau masalah, memberikan rambu - rambu pengerjaan tugas, dan rambu atau kunci jawaban atas soal atau permasalahan yang diajukan, sehingga mahasiswa dapat menilai sendiri ketepatan jawaban yang diberikannya dan kemajuan belajar yang diraihnya.

c.               Dialog Tertulis
Bahan ajar PTJJ bukan hanya berisi materi ajar, tetapi juga kegiatan dan pengalaman belajar yang memberdayakan dan mengaktifkan siswa. Karakter bahan ajar seperti ini tentu berpengaruh terhadap ragam bahasa yang digunakan oleh penulis. Untuk ini,   penulis perlu menggunakan dialog tertulis dalam mengembangkan    bahan   ajar    PTJJ.    Dialog tertulis melontarkan ide-ide yang memungkinkan mahasiswa terlibat secara aktif dalam bertukar makna, serta membangun dan memantapkan makna. Penulis dan pebelajar berbagi ide, gagasan,   dan pengalaman dalam hubungan sosial yang relatif sejajar. Begitu pula dialog tertulis dapat menciptakan suasana yang akrab, yang dapat mengurangi rasa isolasi mahasiswa PTJJ.
Untuk menumbuhkan suasana dialogis, dapat digunakan beberapa gaya tulis berikut.
1)             Pribadi. artinya menggunakan kata-kata ganti diri yang dapat membangkitkan imajinasi seolah-olah ketika mempelajari bahan ajar, pebelajar berhadapan dan berinteraksi langsung dengan penulis. Karenanya, penggunaan kata sapaan seperti Anda atau Saudara, serta   kata ganti jamak yang menunjukkan pengakuan hubungan kesedarajatan antara penulis dengan pebelajar seperti kata kita, tidak terhindarkan dalam gaya tulis bahan ajar PTJJ.
2)             Informal-baku, artinya modus berbahasa yang digunakan hendaknya dapat menimbulkan  suasana kedekatan, kehangatan,   dan   kebersahabatan   antara penulis-pebelajar di  satu  sisi,  tetapi   tetap mencerminkan kecendekiaan atau keterpelajaran melalui penggunaan ragam baku,   di sisi lain. Ragam formal dan informal terkait dengan suasana yang diciptakan; sedangkan ragam baku dan tak baku rrerujuk pada ketaatasasan penggunaan kaidah bahasa.
3)              Imbal wacana,   yakni penggunaan tuturan sapa-jawab yang bersifat multi arah.  Penulis menyapa pebelajar dengan berbagai bentuk ungkapan: pertanyaan langsung dan retoris atau retrospektif, ajakan, perintah untuk melakukan sesuatu, pujian, dan sebagainya. Tentu saja respon mahasiswa atas sapaan itu lebih bersifat imajinatif, yang muncul dalam 'realita khayali’ interaksi penulis-pebelajar.
Sebagai sebuah bahan ajar yang bersifat membelajarkan, sebaiknya gaya tulis dialogis yang mencerminkan suasana interaksi pembelajaran yang aktif - reflektif lebih mewamai.

4.              Pengemasan Bahan Ajar
Ada empat cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan bahan ajar PTJJ. Cara pertama, dengan mengkompilasi berbagai bahan yang telah tersedia (buku teks, artikel, jurnal, dsb.) menjadi satu bahan ajar. Cara ini biasanya diikuti dengan panduan belajar. Cara kedua, dengan menggunakan satu atau beberapa buku teks yang telah tersedia di pasaran. Selanjutnya, dikembangkan panduan belajarnya bagi mahasiswa. Cara ketiga, dengan menggunakan buku teks dan atau referensi lain yang telah tersedia di pasaran, tetapi isi buku itu diolah ulang (diadaptasi/dimodifikasi) sesuai dengan ketentuan bahan ajar PTJJ.
Pengemasan bahan ajar tersebut dapat dilakukan dengan upaya berikut
a.                  Pelabelan, yaitu isi digunakan sepenuhnya, tetapi sajian bahan dilakukan dengan menggunakan warna-warna dan logo institusi untuk mencerminkan citra organisasi
b.                 Panduan belajar, yang berisi berbagai petunjuk bagi pebelajar tentang cara terbaik belajar dan menggunakan bahan ajar. Di dalam panduan belajar dijelaskan: tujuan pembelajaran, petunjuk penggunaan bahan, tinjauan mata kuliah, penjelasan tambahan, penambahan materi baru, contoh lain, ilustrasi, aktivitas instruksional, balikan, ringkasan, glosarium, dan penilaian.
c.                  Contoh lokal, ditambah dan dilengkapi dengan contoh atau kasus yang dekat dan dikenal mahasiswa untuk memudahkan dan mendekatkan minatdan pemahaman pebelajar.
d.                 Isi baru, bila buku teks atau referensi yang ada belum mencakup semua hal yang diperlukan atau ada bagian yang tidak relevan.
e.                  Media baru, yang ditambahkan apabila bahan ajar itu akan sangat baik dan menunjang pebelajar jika dilengkapi dengan media non-cetak seperti audio, video, pembelajaran berbasis komputer, dan grafis.

Pelabelan hanya digunakan untuk cara kedua. Sedangkan pemberian panduan belajar, penambahan contoh lokal, isi baru, dan media baru, dapat digunakan untuk semua cara. Hal yang harus diperhatikan bila bahan ajar menggunakan buku teks atau referensi Iain yang telah tersedia di pasaran adalah masalah hak cipta.
Selain ketiga cara tersebut, cara terakhir (keempat) merupakan cara yang ditempuh oleh UT adalah mengembangkan sendiri bahan ajar untuk mahasiswa PTJJ.

5.              Prosedur Pengembangan Bahan Ajar
Ada tiga tahap yang dilalui dalam pengembangan dan PrcduKsi bahan ajar cetak. Ketiganya adalah penyusunan, penataan, dan realisasi (Ross dalam Lockwood, 1995).
a.               Penyusunan
Seperti dikemukakan pada awal tulisan ini, pengembangan bahan ajar cetak PTJJ melibatkan berbagai keahlian yang sulit dibayangkan dimiliki oleh hanya satu orang Oleh karena itu, pengembangan bahan dilakukan oleh tim. Tim bekerja melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut.
1)             Merancang bahan ajar, yang dari segi substansi dituangkan dalam bentuk Profil Rancangan Mata Kuliah (PRMK). Di dalam PRMK termuat analisis instruksional suatu mata kuliah, rancangan materi mata kuliah, serta Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP), yang di antaranya berisikan kompetensi mata kuliah, tujuan pembelajaran, modus dan materi pembelajaran.
2)             Mengembangkan bahan ajar mata kuliah berdasarkan profill rancangan mata kuliah yang telah disusun. Pada fase ini dilakukan penulisan dan penelaahan bahan ajar. Penelaahan dilakukan dari segi materi, bahasa. desain instruksional, dan format standar bahan ajar.

Berdasarkan pengalaman, kendala atau tantangan yarig muncul dalam pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut:
1)             Karena kesibukan para dosen, bahan ajar kerap tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang telah disepakati.
2)             Banyak dosen yang sangat menguasai materi, tetapi tidak terbiasa menulis sehingga tulisan yang dihasilkannya pun tidak runtut dan bernuansakan bahan ajar PTJJ. Akibatnya, tulisan itu harus ditulis dan diolah ulang.
3)             Dalam pembelajaran tatap muka kegiatan pembelajaran kerap diwarrai oleh lanturan (keterlambatan mulai belajar, canda, tutur sapa, atau kegiatan selingan lainnya) yang mengakibatkan ketidakpadatan atau renggangnya materi dan aktivitas pembelajaran yang disajikan. Akibatnya, ketika dituangkan ke dalam bahan ajar cetak. penulis kehabisan ide, “apa lagi yang akan disampaikan?". Sehingga tidak tahu lagi  apa yang akan ditulis.
4)             Tidak semua penulis memiliki kesiapan untuk menerima masukan penelaah tentang kekurangan atau kelemahan materi yang ditulisnya. Untuk mengatasi keadaan seperti ini, terpaksa harus meminta bantuan penulis lain untuk memperbaikinya.
Berbagai masalah di atas tentu saja menuntut institusi PTJJ untuk rnempersiapkan bukan hanya dana dan waktu yang lebih, tetapi juga pengelolaan yang handal dalam pengembangan bahan ajar, termasuk sumber daya manusianya
b.              Penataan
Penataan adalah serangkaian proses yang dilakukan mulai dari penanganan buram kasar bahan ajar hingga menjadi master cetak. Pekerjaan ini meliputi pengetikan, desain tipografi, ilustrasi, penyuntingan teks, penghalamanan, tata letak, koreksi cetak percobaan, hingga sampul dan kemasan buku.
Permasalahan yang kerap muncul pada fase ini biasanya berupa kesalahan mekanis baik yang ditimbulkan oleh mesin maupun manusia. Ini terjadi karena belum bakunya peralatan dan keterampilan sumber daya manusia yang menangani.
c.               Realisasi
Fase ini meliputi seluruh proses manufaktur hingga bahan ajar cetak siap digunakan oleh mahasiswa. Kegiatan yang terjadi pada fase ini adalah penentuan tiras cetak, pemilihan perusahan pencetak, pengemasan hasil cetak, hingga pendistribusian ke tempat penjualan bahan ajar atau ke alamat mahasiswa.

B.   Pengembangan Bahan Ajar Multimedia
1.      Pengertian: Multi Media vs Multimedia
Pada awal pembahasan ini perlu sekali pembaca mempunyai pengertian yang jelas mengenai kata multimedia yang mempunyai makna berbeda dari frasa multi media. Makna kata dan frasa tersebut melibatkan semua jenis media yaitu teks, garnbar, animasi, suara, dan film atau video. Di manakah perbedaannya?
Perbedaan makna frasa multi media dengan kata multimedia adalah: pada frasa multi media, komponen-komponen media tersebut berdiri sendiri, yaitu teks dan gambar disajikan dalam bahan tercetak atau slide, suara disajikan dalam bentuk kaset audio, animasi dan film/video disajikan dalam kaset video atau compact disk (CD).
Sedangkan pada kata multimedia, semua komponen media: teks, gambar, animasi, suara, dan film atau video disajikan dalam suatu alat, yaitu komputer multimedia (Sabatini, 2001). Hal ini mungkin dilakukan sebagai hasil dari kemajuan teknologi, baik dari sisi perkembangan teknologi penyimpanan, kecepatan menyimpan dan membaca kembali data yang disimpan, maupun menyajikannya dalam suatu program pembelajaran sebagai bahan ajar multimedia. Selain itu, dalam dasawarsa terakhir bidang komputer telah sangat diwamai dengan pertukaran data dan informasi antarpengguna komputer karena implementasi teknologi jaringan komputer telah matang.
Secara lebih rinci, komputer multimedia adalah sebuah komputer yang dilengkapi dengan perangkat keras dan lunak sehingga memungkinkan data berupa teks, gambar, animasi, suara, dan film atau video dapat dikelola. Perangkat keras terdiri atas Central Procesing Unit (CPU) yang di dalamnya terdapat motherboard, processor, hardisk, CD player/writer, sound card untuk pengelolaan data suara , yang pada komputer keluaran dua tahun terakhir biasanya telah terdapat dalam motherboard. Perangkat keras yang berada di luar boks CPU adalah speaker untuk mengeluarkan suara dari komputer dan mikrofon atau mik untuk memasukkan suara ke dalam komputer. Gambar di bawah ini menunjukkan suatu set perangkat keras komputer multimedia

2.              Mengapa Digunakan Bahan Ajar Multimedia ?
Setiap komponen media merangsang satu atau lebih indera manusia. Teori Kroehnert (1990) mengatakan bahwa semakin banyak indera yang terlibat dalam proses belajar, maka proses belajar tersebut akan menjadi lebh efektif. Teori ini dapat diterapkan untuk belajar, baik pada anak usia dini maupun untuk orang dewasa. Secara tegas teori ini menyarankan penggunaan lebih dari satu indera manusia. Oleh karena itu, pemanfaatan Multimedia   dalam   proses  pembelajaran   dapat diharapkan rneningkatkan hasil belajar.
Selain efektif dari sisi pelibatan banyak indera dalam proses belajar, multimedia juga fleksibel dalam arti menyesuaikan dengan kecepatan belajar seorang pebelajar. Peserta dengan kecepatan belajar lebih tinggi dapat lebih cepat menyelesaikan kegiatan belajarnya. sedangkan pebelajar dengan kecepatan belajar lambat dapat menyelesaikan aktivitas belajarnya sesuai dengan  kecepatannya  masing-masing.  Tidak  terjadi saling nnengganggu antara pebelajar yang  mempunyai kecepatan belajar tinggi dengan mereka yang mempunyai kecepatan belajar rendah. Hal ini sangat berbeda dengan pembelajaran di kelas, karena setiap pembelajar dipaksa belajar dengan kecepatan yang ditentukan oleh guru. Siswa yang mempunyai kecepatan belajar tinggi dapat merasa bosan, sedangkan siswa dengan kecepatan rendah merasa pembelajaran terlalu cepat untuk diikuti.
Dari sisi penyelenggara program pembelajaran, dengan bervariasinya kecepatan belajar para peserta didiknya, komputer juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan pencatatan kemajuan belajar masing-masing individu. Dengan cara ini dapat diperoleh informasi kelompok individu yang belajar dengan cepat, sedang atau lambat, sehingga perlakuan yang berbeda dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan kelompok yang telah diidentifikasi.
Bahan ajar multimedia juga memberikan fleksibilitas dalam tempat dan waktu belajar. Pebelajar tidak dituntut untuk hadir pada tempat dan waktu tertentu untuk mengikuti kegiatan pembelajaran, karena mereka dapat mempelajari bahan ajar multimedia kapan saja dan di mana saja selama terdapat komputer multimedia. Dengan karakteristik bahan ajar multimedia seperti   tersebut   di   atas,   bahan   ajar   multimedia dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran tatap muka dalam kelas (memberi peluang peserta untuk melakukan pengulangan atas materi ajar yang belum dipahami) dan sangat cocok untuk pembelajaran jarak jauh yang lebih menekankan pada belajar mandiri.

3.      Kaidah Umum Pengembangan Bahan Ajar Multimedia
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa bahan ajar multimedia adalah bahan ajar yang medianya terdiri atas teks, gambar, suara, animasi, dan film yang disampaikan kepada peserta ajar dengan menggunakan komputer multimedia. Dalam mengembangkan multimedia, aspek-aspek yang telah dikemukakan Bates berikut ini (1995) perlu diperhatikan.
1.              Aksesibilitas media. Aksesibilitas media adalah seberapa jauh suatu media dapat diakses oleh calon pengguna bahan ajar multimedia. Bahan ajar multimedia akan mempunyai nilai manfaat rendah bila tidak dapat diakses oleh calon peng-gunanya. Termasuk dalam aspek ini adalah pertimbangan mengenai spesifikasi komputer pada pihak peserta ajar yang akan dipakai untuk mengakses bahan ajar multmedia tersebut Spesifikasi meliputi: kecepatan prosesor, besamya ruang hard disk yang diperlukan, resolusi layar monitor, perlu tidaknya CD-ROM, sound card dan speaker-nya, serta mikrofon.
2.              Biaya. Biaya yang dimaksud di sini adalah seluruh biaya yang diperlukan, baik dalam pengembangan maupun dalam operasional pemanfaatan media, yang akhimya akan dibebankan kepada pengguna bahan ajar multimedia tersebut.
3.              Efektivitas dalam pembelajaran. Mengingat besarnya variasi bidang yang diajarkan dan setiap komponen media mempunyai kekuatan masing-masing di dalam menyampaikan materi suatu bidang ajar, maka setiap komponen media (teks, gambar, suara, animasi. dan film) perlu dimanfaatkan sesuai dengan bidang yang hendak diajarkan. Misalnya, pemakaian media suara dalam kaset audio tidak tepat untuk pembelajaran tari tradisional yang harus memadukan gerak, musik serta ekspresi wajah penari. Media yang lebih tepat dalam hal ini adalah video.
4.              Interaktivitas. Interaktivitas mengacu pada seberapa jauh peserta ajar terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang disampaikan melalui bahan ajar multimedia. Tingkat interaktivitas suatu bahan ajar multimedia mengacu pada potensi bahan ajar tersebut dalam melibatkan peserta ajamya. Tingkat interaktivitas ini bervariasi mulai dari yang sederhana, sedang, dan tinggi.
5.              Aspek lain yang perlu mendapat perhatian dalam pengem­bangan bahan ajar multimedia adalah pendekatan dalam Pengembangan. Pendekatan yang ideal bagi pengembangan bahan ajar multimedia adalah pendekatan tim kerja. Materi bahan ajar multimedia yang disampaikan harus akurat, strategi penyampaian harus tepat, tampilan harus menarik. interaksi harus mampu melibatkan siswa dalam Pembelajaran, dan program komputer harus benar. Untuk itu, sekurang-kurangnya tim pengembang sebaiknya terdiri atas ahli materi, ahli desain instruksional, ilustrator gratis, pengisi suara untuk narasi, perneran dalam video, unit produksi audio dan video, dan pern rog ram komputer yang akan hiengintegrasikan seluruh komponen pembelajaran dalam satu paket bahan ajar multimedia.

4.      Peralatan dalam Pengembangan Bahan Ajar Multimedia
Peralatan minimal untuk pengembangan bahan ajar multimedia adalah sebuah komputer multimedia seperti yang telah dijelaskan di bagian awal. Secara lebih rinci. peralatan yang diperlukan adalah sebagai berikut
1.              Perangkat keras tambahan yang jenis dan fungsinya sebagai berikut:
a.               Kamera digital berfungsi untuk mengambil gambar, baik gambar mati maupun gambar bergerak, dan memasukkan hasil pengambilan gambar ke dalam komputer. Komputer digital keluaran terbaru biasanya sudah dilengkapi dengan USB (Universal Serial Bus) yang dipakai untuk menghubungkan kamera digital dengan komputer.
b.              Kamera video digital berfungsi secara khusus untuk mengambil gambar hidup dan mati, menyimpannya dalam suatu media digital, misalnya hard disk atau digital video tape, dan memindahkan gambar ke dalam komputer. Ada dua jenis hubungan kamera video digital ke komputer, yaitu USB seperti pada kamera digital dan dengan firewire yang mempunyai kecepatan transfer data yang lebih tinggi dari USB.
c.               Scanner berfungsi untuk mengambil gambar-gambar mati yang telah tercetak dalam suatu buku, majalah, atau jurnal yang diperlukan dalam suatu bahan ajar multimedia.
2.              Perangkat lunak dalam pengembangan bahan ajar multi­media
Mengingat komponen bahan ajar multimedia terdiri atas teks, gambar, suara, animasi dan film, maka diperlukan perangkat lunak yang dipakai untuk mengolah masing-masing jenis media ini. Untuk media teks, hampir setiap perangkat lunak menyediakan fasilitas untuk pengolah teks lengkap dengan ukuran, jenis, dan warna fonts serta sfy/e-nya. Beberapa perangkat lunak dalam pengembangan bahan ajar multimedia sebagai berikut.
a.               Perangkat lunak pengolah gambar. Terdapat banyak perangkat lunak yang bisa dipakai untuk mengolah gambar, misalnya MS PnntBrush, Adobe Photo Shop, Corel Draw,  dan lain-lain.   Masing-masing pembuat perangkat lunak berlomba-lomba untuk merebut pasar, sehingga makin lama masing-masing perangkat semakin canggih    dan    kriteria    untuk    memilihnya adalah keterpenuhan    kebutuhan     pengembangan jangka menengah  dan jumlah  dana  yang  tersedia. Perlu disampaikan di sini adalah portabilitas dari hasil gambar yang dihasilkan beserta ukuran data digital gambar karena gambar akan ditampilkan secara terintegrasi dengan perangkat lunak yang lain. Untuk itu, disarankan agar gambar dibuat dalam format GIF, JPG, atau PNG yang mempunyai ukuran data digital relatif kecil dan mempunyai portabilitas yang tinggi.
b.              Perangkat   lunak   pengolah   suara.   Seperti halnya perangkat lunak, pengolah suara juga bermacam-macam, misalnya, Wave Editor, Goldwave, dan Ulead Audio. Kriteria yang dipakai untuk memilihnya pun sama, yaitu keterpenuhan pengembangan jangka menengah dan ketersediaan dana. Format penyimpanan data digital suara   pun   harus   diperhatikan   karena   format ini menentukan besar kecilnya data  digital  suara dan portabilitas dari format data digital suara. Untuk itu. pilihan format yang disarankan untuk data suara adalah mp3 karena ukuran data digitalnya kecil, namun kualitas tidak turun secara signifikan serta perangkat lunak pemutamya (player) dapat diperoleh secara gratis
c.               Perangkat pengolah animasi. Ada beberapa pengolah data animasi, antara lain 6if Animator. Swish, Flash MX dan Macromedia Director. Keempat pengolah animasi ini hasilnya dapat ditampilkan melalui web browser, misalnya Internet Explorer atau Netscape. Untuk pengolah yang pertama, hasilnya dapat secara langsung ditampilkan sedangkan pengolah yang lainnya, hasil pengolahan memerlukan program flash player untuk memutarnya.
d.       Pengolah data video. Terdapat banyak pula perangkat lunak pengolah data video digital, misalnya Video Edit Magic.  Ulead Video Studio. AVI Editor, dan Video Impression. Masing-masing perangkat lunak mempunyai batas kemampuan untuk menangani jumlah layer audio atau video serta fasilitas untuk menghasilkan efek-efek yang mungkin diperlukan dalam bahan ajar multimedia. Format video AVI mempunyai ukuran data digital yang sangat besar sehingga bila perlu, dihindari pemakaian format ini.
e.               Pengkonversi data digital. Data yang dihasilkan oleh perangkat keras tidak selalu sesuai dengan format akhir yang diperlukan dalam bahan ajar multimedia. Misalnya, suara yang direkam dari komputer dengan menggunakan perekam suara biasa dalam format WAV memerlukan tempat yang besar untuk menyimpan data digital suaranya. Untuk itu diperlukan perangkat lunak pengkonversi menjadi format mp3, misalnya dengan program MP3Wav Editor atau dengan GoldWave.
f.                Perangkat lunak pengintegrasi komponen bahan ajar multimedia. Pengintegrasian komponen-komponen bahan ajar multimedia harus menjadi pertimbangan pertama ketika menentukan dengan perangkat apa media belajar multimedia akan ditampilkan. Pilihan yang tersedia antara lain apakah melalui web browser,  seperti misalnya Internet Explorer, Netscape, atau memakai Flash Player. Pertimbangan yang harus dibuat adalah aksesibilitas dari program yang akan dipakai untuk menampilkan bahan ajar multimedia. Bila bahan ajar akan ditampilkan melalui suatu web browser, maka Fontpage, WebPlus, atau HTML editor Iain dapat dipergunakan. Bila memakai Flash Player, maka Macromedia Flash MX diperlukan untuk mengintegrasikan.
g.               Selain perangkat lunak yang diperlukan untuk mengolah data digital, di internet terdapat pula kumpulan data digital yang boleh dipakai secara bebas. Kumpulan data digital semacam ini biasa disebut dengan clip arts. Dengan tersedianya   klip-klip tersebut,   baik  audio, gambar, maupun video, bila cocok dengan kebutuhan pengem­bangan  bahan ajar multimedia dapat dipergunakan sehingga biaya. waktu dan energi pengembangan dapat dihemat.   Mesin   pencari   dapat   digunakan untuk mendapatkan klip-klip tersebut di internet



5.      Pengembangan Bahan Ajar Multimedia
Berikut ini adalah cara umum pengembangan bahan ajar multimedia. Hal pertama yang perlu dicatat adalah karena bahan ajar terdiri dari berbagai media, maka pengembangan bahan ajar multimedia sebaiknya dikembangkan oleh sebuah tim. Tim pengembangan bahan ajar multimedia sebaiknya terdiri atas ahli materi, ahli gratis, sub-tim produksi audio dan audio bila diperlukan. Karena bahan ajar multimedia akan disajikan melalui sebuah komputer, maka diperlukan pemrogram komputer.
Dengan asumsi bahwa bahan ajar atau naskah bahan ajar yang akan dikembangkan telah siap, maka tim pengembang bertemu untuk menyusun rencana bahan ajar multimedia yang akan dikembangkan. Tahap ini adalah tahap yang penting, karena akan ditentukan media apakah yang akan dipakai untuk tiap-tiap bagian dari bahan ajar berdasarkan kriteria pemilihan media yang telah dijelaskan sebelumnya. Efektivitas media dalam proses pembelajaran tetap menjadi kriteria yang sangat penting, namun tidak   berarti  kriteria biaya  dan  aksesibilitas  media dapat diabaikan.
Hal berikut yang perlu dilakukan oleh tim setelah penentuan media per bagian dari bahan ajar, yaitu menentukan bagaimanakah media akan dipakai secara rinci, atau apakah yang akan disampaikan melalui media-media yang telah diidentifikasi. Akhir dari tahapan perencanaan ini adalah dokumen rencana pengembangan bahan ajar multimedia yang akan menjadi bahan acuan bagi tiap-tiap anggota tim dalam mengerjakan bagian-bagian pengembangan yang menjadi tanggung jawabnya.
Rencana pengembangan bahan ajar multimedia perlu melibatkan penjelasan layar demi layar dari bahan ajar multimedia. Bagian-bagian yang akan muncul pada setiap layar meliputi teks, gambar, animasi, audio atau video, serta tombol dan hubungan navigasi yang akan dipakai oleh pihak pengguna bahan ajar multimedia tersebut.
Berdasarkan rencana ini, tiap-tiap anggota mengem­bangkan bagian-bagian bahan ajar multimedia. Apabila masing-masing anggota tim telah menyelesaikan tugas masing-masing bagian dari bahan ajar multimedia, pemrogram komputer bertanggung jawab untuk merangkai bagian-bagian tersebut menjadi satu rangkaian utuh bahan ajar multimedia. Selain itu, perlu juga dibuat petunjuk instalasi dan pemakaian bahan ajar mutlimedia tersebut
Sebelum bahan ajar multimedia didistribusikan kepada pemakai, sebaiknya dilakukan uji coba dan evaluasi tertebih dahulu. Uji coba dilakukan oleh tim untuk melihat apakah bahan ajar multimedia yang telah dikembangkan sesuai dengan yang telah direncanakan atau ada hal-hal yang perlu direvisi, karena telah terjadi kesalahan atau kelemahan dalam perencanaan. Setelah dinyatakan lulus dalam uji coba oleh tim, sebaiknya bahan ajar multimedia dievaluasi oleh pihak di luar tim secara terbatas dengan kriteria evaluasi.

6.      Evaluasi Bahan Ajar Multimedia
Bahan  ajar multimedia perlu dievaluasi, baik sebelum atau setelah disampaikan kepada peserta. Berikut ini adalah daftar dari aspek-aspek bahan ajar multimedia yang perlu dievaluasi.
a.               Instalasi
b.              Isi
c.               Materi pembelajaran
d.              Akurasi teknis
e.               Kualitas teknis
f.                Dasar-dasar pembelajaran
g.               Identifikasi sasaran
h.              Tujuan pembelajaran
i.                  Strategi pembelajaran
j.                  Informasi pendkung]motivasi
k.              Pemanfaatan media
l.                  Nuansa
m.          Estetika
n.              Interaktivitas
o.              Navigasi
p.              Pengujian hasil belajar
q.              Pencatatan
r.                 Kreativitas

C.           Pengembangan Dan Pemanfaatan Bahan Ajar Suplemen Dalam Pendidikan Tinggi  Jarak Jauh
Salah satu karakteristik penting dari penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) adalah terpisahnya secara fisik antara individu yang belajar dengan sumber belajar. Dalam PJJ proses belajar terjadi dengan bantuan minimal dari guru atau dosen. Dalam sistem ini, peran bahan ajar menjadi sangat vital karena bahan ajar tersebut memuat materi ajar yang harus dipelajari oleh siswa untuk mencapai suatu kompetensi yang diinginkan. Bahan ajar dalam hal ini berperan sebagai sarana penyampai atau materi ajar dari sumber belajar kepada siswa.
1.      Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar diartikan sebagai sarana menyampaikan materi atau substansi yang dapat dipelajari oleh siswa. Sebuah bahan ajar memuat materi atau substansi yang dipelajari oleh siswa.
Tujuan siswa mempelajari bahan ajar ialah mencapai kompetensi spesifik. Bahan ajar biasanya berbentuk jenis media yang bervariasi yaitu: cetak, kaset audio, program video, kit percobaan dan peralatan laboratorium, dan perangkat komputer.

2.      Sifat Bahan Ajar Suplemen
Sifat bahan ajar yang digunakan dalam PJJ perlu diselaraskan dengan karakteristik utama dari penyelenggaraan PJJ yaitu "keterpisahan secara fisik antara mahasiswa dengan sumber belajar". Oleh karena itu, bahan ajar yang dipergunakan dalam penyelenggaraan PJJ perlu dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat 1) modular, 2) self contained, dan 3) self instruction.
1.              Modular
Sistem modular mempunyai arti bahwa bahan ajar dalam PJJ terdiri dari modul-modul yang jika dipelajari secara menyeluruh akan memungkinkan siswa memiliki kompetensi spesifik. Dalam sistem modular, setiap modul berisi sejumlah subtopik yang penting untuk dipelajari sehingga apabila siswa mempelajarinya dengan sistematis dan komprehensif. ia akan menguasai kompetensi atau kemampuan tertentu. Bahan ajar dengan sistem modular dapat dirancang dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu berjenjang (hierarkis) dan berkelompok (kluster)
Bahan ajar dengan menggunakan pendekatan berjenjang terdiri dari sekumpulan modul yang harus dipelajari secara bertahap dan sistematis. Siswa harus mempelajari setiap subtopik yang terdapat dalam modul dengan cara berjenjang. Dengan kata lain, siswa dipersyaratkan untuk menguasai atau memiliki pemahaman yang baik terhadap satu subtopik sebelum mempelajari subtopik lain yang lebih tinggi jenjangnya. Sebaliknya. bahan ajar yang menggunakan sistem berkelompok tidak mengharuskan siswa untuk belajar secara berjenjang. Siswa bebas memilih subtopik yang akan dipelajari lebih dahulu sesuai dengan kebutuhan belajarnya.


2.              Self Contained
Dalam PJJ, terbatasnya pertemuan tatap muka antara siswa dengan sumber belajar memerlukan aplikasi pendekatan lain dalam mendesain bahan ajar. Sifat self contained mempunyai makna bahwa setiap bahan ajar perlu memuat secara lengkap materi atau substansi materi keilmuan yang perlu dipelajari siswa sehingga diaplikasikan secermat mungkin. Melalui bahan ajar yang bersifat self contained ini, siswa akan dapat mempelajari seluruh substansi keilmuan secara utuh yang terdapat dalam sebuah bahan ajar.
3.              Self Instruction
Istilah self instruction dalam bahan ajar PJJ diartikan bahwa bahan ajar harus mampu membuat siswa belajar secara mandiri dengan bantuan yang relatif minimum dari tutor. Bahan ajar yang bersifat self instruction, apapun jenisnya, harus didesain agar berisi petunjuk-petunjuk yang dapat membelajarkan siswa yang mengikuti program PJJ. Misalnya, petunjuk agar siswa mengerjakan latihan (exercise) setelah mempelajari sebuah bahan ajar. Agar dapat memotivasi mahasiswa untuk mengerja­kan latihan, perlu disusun petunjuk yang relevan di dalam bahan ajar.

Bahan Ajar Utama dan Bahan Ajar Suplemen
Jenis bahan ajar yang digunakan dalam penyelenggaraan SPJJ pada umumnya dapat digolongkan menjadi bahan ajar utama dan bahan ajar suplemen. Bahan ajar utama adalah bahan ajar yang dijadikan sebagai acuan utama untuk mempelajari isi atau materi pelajaran. Bahan ajar utama merupakan sarana pokok dalam mempelajari mata kuliah yang disampaikan digunakan oleh institusi penyelenggara PJJ untuk menyampaikan materi atau isi pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa. Bahan ajar lain yang digunakan di luar bahan ajar utama dan berfungsi melalui bahan ajar utama disebut sebagai bahan ajar suplemen.
Isi bahan ajar suplemen adalah materi ajar yang digunakan untuk menambah wawasan dan pemahaman siswa dalam mempelajari materi ajar yang terdapat dalam bahan ajar utama. Isi bahan ajar suplemen dapat berupa contoh kasus atau contoh implementasi dari konsep-konsep yang dibahas dalam bahan ajar utama. Dengan mempelajari bahan ajar suplemen, mahasiswa akan memperoleh kompetensi tambahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

3.      Jenis Bahan Ajar
Jenis bahan ajar yang dapat digunakan sebagai suplemen untuk mempelajari bahan ajar utama yang digunakan dalam PJJ sebagai berikut: cetak, audio/radio, video/televisi, kit dan laboratorium, serta pembelajaran berbantuan komputer.
1.              Bahan Ajar Cetak
Bahan ajar cetak sejak dulu banyak digunakan sebagai bahan ajar dalam penyelenggaraan PJJ. Hal ini disebabkan bahan ajar cetak merupakan jenis media yang dapat digunakan oleh siswa tanpa bergantung pada faktor tempat dan waktu. Dengan kata lain, bahan ajar cetak dapat digunakan di mana saja dan kapan saja oleh penggunanya. Jenis bahan ajar cetak yang dapat digunakan sebagai bahan ajar suplemen yaitu : panduan belajar, lembar tutorial, dan buku kerja.
Panduan belajar digunakan sebagai petunjuk untuk mempelajari materi yang terdapat dalam sebuah bahan ajar, sedangkan lembar tutorial biasanya digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan materi tutorial dari tutor kepada siswa. Buku kerja adalah lembar kerja yang diperlukan oleh siswa dalam berlatih dan mempelajari konsep-konsep yang terdapat dalam bahan ajar utama.
2.              Bahan Ajar Audio/Radio
Jenis bahan ajar lain yang dapat digunakan sebagai bahan ajar suplemen yaitu bahan ajar audio. Bahan ajar ini biasanya digunakan untuk mengajarkan mata pelajaran yang memerlukan pemahaman terhadap konsep verbal melalui pengucapan dan bunyi.
Bentuk bahan ajar audio dapat berupa audio kaset, compact disc audio dan siaran radio. Mata pelajaran bahasa, seni dan sastra biasanya banyak menggunakan bahan ajar berbentuk audio.
Siaran radio sering digunakan untuk menyampaikan materi ajar pada siswa yang berada pada lokasi yang terpencil. Pada umumnya, hampir semua jenis informasi dapat dikomunikasikan melalui siaran radio. Agar penyelenggaraan proses pembelajaran berlangsung efektif, sebelum siaran berlangsung mahasiwa perlu memperoleh jadwal siaran. Dengan cara ini siswa dapat mengetahui waktu penayangan program melalui jadwal yang diberikan.
3.              Bahan Ajar Video/Televisi
Bahan ajar berbentuk program video dan siaran televisi telah lama digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan isi atau materi ajar dalam penyelenggaraan PJJ. Bahan ajar video memiliki keunggulan dalam menyampaikan informasi dan pengetahuan yang bersifat nyata. Di samping itu, bahan ajar video juga mampu dengan efektif menyampaikan materi yang bersifat proses atau prosedural. Bahan ajar video juga dapat digunakan untuk menambah pemahaman siswa tentang aplikasi dari konsep-konsep yang tengah dipelajari melalui bahan ajar utama.
Seperti halnya siaran radio, siaran televisi sampai saat ini juga masih banyak digunakan dalam penyelenggaraan PJJ. Siaran televisi dapat digunakan untuk menayangkan program bantuan belajar atau tutorial yang diselenggarakan oleh lembaga penyelenggara pendidikan jarak jauh. Siaran televisi dapat menayangkan orang. objek, dan peristiwa yang perlu dipelajari sebagai sumber belajar oleh siswa yang mengikuti program PJJ.
4.               Bahan Ajar Laboratorium dan Kit
Bahan ajar laboratoriom dan kit biasanya digunakan untuk melatih keterampilan tentang aspek - aspek tertentu yang sedang dipelajari. Bahan ajar jenis ini dapat juga digunakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bersifat langsung bagi mahasiswa dalam mempelajari konsep-konsep yang terdapat dalam bahan ajar utama.
Bahan ajar berbentuk kit biasanya berupa paket bahan ajar yang terdiri dari peralatan bahan dan keterangan atau panduan tentang  bagaimana cara mempelajari kit tersebut. Panduan yang terdapat dalam bahan ajar kit dapat digunakan baik oleh siswa maupun tutor.
5.              Pembelajaran Berbasis Komputer
Perkembangan teknologi yang pesat telah memberikan Kontribusi yang sangat positif terhadap penggunaan komputer sebagai sarana pembelajaran. Aktivitas pembelajaran komputer dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti pengolahan kata, penyimpanan data, pembuatan grafis, dan komunikasi informasi.
Pembelajaran berbasis komputer saat ini telah banyak digunakan dalam PJJ. Untuk keperluan ini, komputer telah dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran interaktif antara siswa dengan sumber belajar - guru atau tutor. Aplikasi komputer yang perlu dipelajari oleh siswa dapat disampaikan melalui Perangkat lunak yang berbentuk disket atau disc. Di samping Perangkat lunak sebagai bahan ajar, jaringan komputer juga dapat digunakan sebagai sarana belajar dalam SPJJ. Dengan menggunakan jaringan komputer sebagai sarana pembelajaran, siswa dapat saling bertukar informasi dan pengetahuan untuk ebih memahami isi mata pelajaran yang terdapat dalam bahan ajar utama.
Selain digunakan untuk melakukan interaksi. jaringan komputer juga dapat digunakan untuk mencari informasi dan Pengetahuan yang diperlukan dalam belajar. Di negara maju yang memiliki tingkat melek komputer yang tinggi. penggunaan komputer telah mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberhasilan belajar individu.

4.      Fungsi Bahan Ajar Suplemen
Bahan ajar suplemen yang digunakan dalam PJJ pada umumnya mempunyai beberapa fungsi, yaitu: (1) memperluas wawasan pengetahuan siswa, (2) memberi contoh aplikasi konkrit, (3) sebagai sarana latihan dan praktek, (4) membantu siswa mempelajari konsep-konsep yang sulit
Bahan ajar suplemen juga dapat digunakan untuk menambah wawasan dan pengetahuan siswa dalam mempelajari bahan ajar utama. Bahan ajar suplemen misalnya. dapat digunakan untuk menambah wawasan pengetahuan tentang perkembangan yang mutakhir dari konsep yang tengah dipelajari. yang tidak terdapat dalam bahan ajar utama.
Bahan ajar suplemen juga dapat digunakan untuk memberi contoh tentang aplikasi konsep-konsep yang dipelajari dalam bahan ajar utama. Contoh aplikasi yang digunakan dalam bahan ajar suplemen adalah aplikasi konsep dalam situasi nyata. Melalui bahan ajar suplemen seperti ini, mahasiswa akan dapat mencoba mengaplikasikan pengetahuan yang tengah dipelajari dalam suatu situasi nyata.
Bahan ajar suplemen dapat digunakan sebagai sarana bagi siswa untuk mensimulasikan keterampilan-keterampilan yang tengah dipelajari melalui bahan ajar utama. Agar siswa dapat dengan efektif melakukan simulasi, bahan ajar suplemen seperti ini perlu dilengkapi dengan panduan.
Dalam penyelenggaraan PJJ, tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep yang terdapat dalam bahan ajar utama. Masalah ini dapat diatasi dengan mencantumkan penjelasan-penjelasan tambahan dalam bahan ajar suplemen.

5.      Tahap Pengembangan Bahan Ajar Suplemen
Untuk membuat bahan ajar suplemen dalam PJJ. pada dasamya diperlukan beberapa tahap kegiatan. yaitu:


1.              Penilaian Kebutuhan Belajar Siswa
Untuk mengetahui kebutuhan belajar siswa, pengembang bahan ajar suplemen dapat melakukan analisis kebutuhan belajar. Hal ini dapat dilakukan melalui survei dengan menggunakan sampel terbatas. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dalam analisis kebutuhan ini, antara lain sebagai berikut
a.               Apakah  siswa mengalami kesulitan dalam memahami bahan ajar utama?
b.              Bagian mana yang sulit dipahami?
c.               Apakah siswa memerlukan bahan ajar tambahan?
Jawaban-jawaban yang diperoleh terhadap pertanyaan-pertanynanyaan di atas perlu dianalisis. Hasil analisis dapat dijadikan masukukan untuk mendesain dan memproduksi bahan ajar suplerrmemen.
2.       Menentukan Tujuan Utama Pembuatan Bahan Ajar Suplemen
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam membuat bahan ajar suplemen untuk PJJ adalah menentukan tujuan atau rasional mengapa bahan ajar suplemen perlu dibuat. Penentuan tujuan bahan ajar suplemen akan mempengaruhi desain dan produksi bahan ajar itu sendiri. Misalnya. jika kita memutuskan membuat bahan ajar suplemen yang akris akan membantu menjelaskan konsep-konsep tertentu yang terdapattsoat dalam bahan ajar utama, kita dengan cermat perlu nenetapsltapkan bagian-bagian atau unit-unit pelajaran yang sulit dipelajari oleh siswa dan bagaimana membuatnya menjadi lebih jelas mudah dipahami dalam bahan ajar suplemen.
3.              Penentuan Jenis Bahan Ajar
Setiap jenis bahan ajar yang digunakan sebagai suplemen dalam PJJ memiliki karakteristik yang spesifik. Bahan ajar cetak, misalnya, memiliki kekuatan dalam hal penggunaannya yang bersifat fleksibel - tidak bergantung pada aspek ruang dan waktu. Bahan ajar audio memiliki kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran bahasa, musik, dan seni. Unsur bunyi pada bahan ajar audio dapat digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep yang terdapat dalam bahan ajar utama.
Bahan ajar berbentuk video memiliki kelebihan yang "dapat  digunakan  untuk  memperiihatkan  studi  kasus atau implementasi konsep-konsep tertentu secara nyata. Interaktivitas yang  tinggi  merupakan   keunggulan  komputer yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan PJJ.
4.                Menentukan Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional yang terdapat dalam sebuah bahan ajar mencerminkan kompetensi yang akan dimiliki oleh siswa setelah mempelajari bahan ajar. Untuk merumuskan tujuan instruksional pada bahan ajar suplemen, kita perlu melihat tujuan instruksional yang tercantum dalam Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) dari suatu bidang studi atau mata pelajaran dan juga bahan ajar utama yang digunakan dalam SPJJ.
Hasil analisis kebutuhan belajar juga perlu dipertimbang-kan dalam merumuskan tujuan instruksional bahan ajar suplemen. Analisis terhadap semua bahan tersebut dilakukan dengan cara melihat tujuan-tujuan instruksional mana saja yang belum dapat dicapai oleh siswa, dan kenapa tujuan instruksional tersebut belum tercapai. Perumusan tujuan instruksional pada bahan ajar suplemen yang akan dibuat selalu didasarkan pada temuan yang didapat pada hasil analisis terhadap kebutuhan belajar siswa.
5.                Menentukan Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah cara yang perlu dilakukan untuk membuat siswa dapat memanfaatkan bahan ajar secara efektif. Misalnya. agar siswa berminat untuk mempelajari bahan ajar suplemen, rnaka dalam bahan ajar tersebut perlu dicantumkan contoh-contoh aplikasi atau kasus-kasus yang perlu dipelajari untuk memahami konsep-konsep yang terdapat dalam bahan ajar utama. Banyak strategi lain yang dapat dilakukan untuk membuat siswa berminat mempelajari bahan ajar suplemen.
6.                Menulis Bahan Ajar Suplemen
Setelah menentukan tujuan pembuatan bahan ajar, tujuan instruksional, dan strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam bahan ajar suplemen, langkah berikutnya adalah mendesain, mengembangkan, dan menulis bahan ajar suplemen. Pembuatan beberapa jenis bahan ajar memerlukan langkah awal dalam bentuk penulisan naskah, misalnya pada bahan ajar audio, video dan pembelajaran berbasis komputer.
Naskah, dalam hal ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk memproduksi program tersebut. Naskah dalam pembuatan program audio visual sangat berperan dalam menjaga akurasi substansi atau isi program dan juga cara mengkomunikasikan isi dan substansi bahan ajar tersebut.

7.              Evaluasi Bahan Ajar Suplemen
Evaluasi sangat diperlukan dalam menentukan kualitas program bahan ajar suplemen. Evaluasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bahan ajar tersebut diimplementasikan dan digunakan oleh siswa (audience). Jenis evaluasi ini dikenal dengan istilah "evaluasi formatif yang bertujuan untuk menemukan kelemahan-kelemahan yang masih perlu diperbaiki sebelum bahan ajar suplemen diimplementasikan.
8.              Revisi dan Implementasi
        Setelah menemukan kelemahan-kelemahan yang masih terdapat dalam bahan suplemen, langkah berikutnya yaitu merevisi bahan ajar tersebut. Revisi dapat dilakukan pada isi/substansi bahan ajar serta strategi yang digunakan untuk membelajarkan substansi tersebut kepada siswa. Setelah semua langkah ini dilakukan, bahan ajar suplemen tersebut dapat digunakan dalam PJJ.

6.      Personel dalam Pengembangan Bahan Ajar Suplemen
Agar bahan ajar suplemen dapat dimanfaatkan secara optimal dalam penyelenggaraan PJJ, pengembangan dan produksinya perlu melibatkan sejumlah personel, yaitu:
1.              penulis bahan ajar.
2.              perancang instruksional. Serta
3.              ahli materi.
Ketiganya melakukan kolaborasi untuk menghasilkan bahan ajar yang dapat membantu aktivitas belajar siswa yang mengikuti program PJJ. Ahli substansi bertanggung jawab terhadap akurasi materi pelajaran yang akan dikembangkan dalam bahan ajar suplemen, sedangkan perancang instruksional bertanggung jawab terhadap sistematika penyampaian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar