BAHAN AJAR PENDIDIKAN TINGGI
A. Pengembangan Bahan Ajar
Pendidikan Tinggi Jarak ]auh
Pengembangan
bahan ajar PTJJ pada umumnya dilakukan oleh suatu tim bahan ajar yang terdiri
dari lima unsur dengan tugas yang berlainan, yaitu: (1) ahli rnateri, yang
menulis dan menelaah substansi materi; (2) spesialis media, yang memproduksi
media yang mendukung atau melengkapi bahan ajar cetak seperti audio, video,
Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK); (3) ahli teknologi pendidikan, yang
rnembantu penataan struktur isi, klasifikasi tujuan, seleksi media, aktivitas
siswa, dan evaluasi; (4) editor, yang menyunting teks; serta (5) manajer
pengembangan mata kuliah, yang menjaga agar proses pengembangan dan produksi
bahan ajar berjalan seperti yang diharapkan (Hawkridge, dalam Lockwood. 1994).
Banyak-nya elemen yang teiiibat menyebabkan kerja tim memerlukan waktu yang
cukup panjang, sekitar tiga tahun dari awal penulisan hingga produksi cetak.
Selain
itu, pengembangan bahan ajar pun dapat dilakukan oleh tim pengemas. Tim
bertugas merekreasi bahan ajar PTJJ dengan mengambil buku teks atau referensi
yang sudah tersedia, dan menulis panduan belajar tentangnya, dengan tambahan
media noncetak yang diperlukan.
Pentingnya pengembangan
bahan ajar PTJJ oleh tim disebabkan oleh banyaknya keahlian yang diperlukan untuk
menghasilkan bahan ajar yang baik. Di samping itu penyiapan hingga produksi
suatu bahan ajar PTJJ memerlukan waktu dan dana yang tidak sedikit. Karena
itulah penyiapan dan penanganan bahan ajar harus dilakukan sebaik dan sematang
mungkin.
1. Rancangan
Teoretis Pengembangan Bahan Ajar
Menurut
sejumlah riset yang telah dilakukan, kualitas bahan ajar ini dapat mempengaruhi
retensi dan keberhasilan studi mahasiswa PTJJ (Simpson, 2000). Riset yang
dilakukan Kember dan Grow (dalam Carr,
Ed., 1999) menunjukkan betapa sajian bahan ajar yang melulu bergaya ceramah
atau penyampaian inforrnasi, dan bukan pembelajaran yang interaktif, kian
memperparah ketidakmandirian pebelajar sehingga kian mengentalkan gaya belajar
menghafal yang kerap dikaitkan dengan miskin dan rendahnya capaian belajar.
Mengingat
misi strategis yang diembannya, bahan ajar PTJJ seyogyanya memiliki
sekurang-kurangnya dua karakteristik, yaitu Iengkap dan membelajarkan diri pebelajar. Karakteristik lengkap mengharuskan suatu bahan ajar PTJJ
menyediakan segenap materi ajar yang
perlu dikuasai mahasiswa dan memungkinkannya
untuk mencapai tujuan atau
kompetensi suatu mata pelajaran.
Sementara
itu, karakteristik "membelajarkan diri mahasiswa" menuntut bahan ajar
PTJJ agar dapat merangsang dan mendukung terbentuknya pengalaman belajar
mahasiswa yang berkualitas secara mandiri serta refleksi atas proses belajar
yang dilakukannya. Bahan ajar harus dapat menghldupkan imajinasi dan aktivitas
mental, memicu motivasi belajar, dan mendorong mahasiswa untuk melakukan
pelbagai modus aktivitas belajar mahasiswa yang bermakna.
Gejala
belajar terbimbing dan belajar dengan menghapal merupakan gejala universal yang
cukup banyak dijumpai pada mahasiswa PTJJ (Carr, Ed. 1999; Kadarko, 2002).
Jadi, bila asumsi itu tidak sepenuhnya
benar. maka institusi PTJJ berkewajiban untuk mendidik dan membantu mereka
menjadi pembelajar mandiri. Di antaranya, melalui bahan ajar yang membelajarkan manasiswa,serta pelatihan atau pun ragam
bantuan belajar lain yang sesuai, seperti tutorial dan konseling (Simpson,
2000).
Menurut
Lockwood (1998). bahan ajar PTJJ yang berkarakter membelajarkan
diri pebelajar memiliki
ciri-ciri sebagai berikut
a.
Belajar
individual, yakni mahasiswa dapat belajar sendiri tanpa harus menunggu jumlah
tertentu untuk membentuk kelompok belajar.
b.
Belajar
dapat terjadi kapan dan di mana saja tanpa terikat oleh waktu atau tempat
tertentu. Pebelajar dapat memutuskan sendiri waktu dan tempat belajar yang
diinginkan sesuai dengan keadaannya.
c.
Materi
ajar terstandar, maksudnya semua mahasiswa menerima dan menggunakan bahan dan
materi ajar yang sama.
d.
Pengajaran
yang terstruktur, artinya sajian bahan ajar ditata sedemikian rupa yang
mencerminkan strategi pembelajaran yang diperkirakan paling efektif dan
efisien.
e.
Belajar
aktif, yakni setiap individu belajar melalui pengalaman belajar yang bermakna
dengan bertolak dari ide-ide atau topik-topik yang disajikan, daripada sekedar
menelan apa yang diceritakan tentang ide-ide itu.
f.
Memiliki
balikan yang memungkinkan mahasiswa secara terus-menerus memperoleh masukan
untuk membantu-nya memonitor dan memperbaiki kemajuan belajarnya.
g.
Memiliki
tujuan pembelajaran yang jelas sehingga mahasiswa dapat memahami kompetensi
yang mesti dicapainya.
h.
Penggunaan
bahasa bersifat interaktif dan
rasional untuk menciptakan situasi komunikasi yang akrab, dekat, dan dialogis.
Ciri-ciri
itulah yang membedakan bahan ajar PTJJ dengan buku teks. Perbedaan keduanya
dapat diberikan dalam table berikut.
Buku
teks
|
Bahan ajar
yang membelajarkan mahasiswa (PTJJ)
|
Berasumsi
pembaca berminat
Dirancang
untuk umum
Jarang
menetapkan tujuan belajar
Ditata untuk
para ahli/yang berpengalaman
Sedikit atau
tidak pada penilaian diri
Jarang
mengantisipasi kesulitan pengguna
Biasanya
menyajikan ringkasan
Menggunakan
gaya impersonal
Padat
isi/materi
Pada tata
letak
Pandangan
pembaca jarang diminta
Tidak ada
saran tentang keterampilan belajar
Bertujuan
untuk persentasi yang ilmiah
Dapat dibaca
secara pasif
|
Membangkitkan
minat
Dirancang
untuk pengguna khusus
Selalu
menetapkan tujuan belajar
Ditata menurut
kebutuhan pebelajar
Menekankan
pada penilaian diri
Menjaga
potensi kesulitan pengguna
Selalu menyajikan
ringkasan
Menggunakan
gaya personal
Tidak hanya
berisi/berorientasi pada materi
Tata letak
lebih terbuka
Evaluasi
pembelajar selalu disediakan
Menyajikan
saran belajar
Bertujuan
untuk keberhasilan mengajar
Memerlukan
respon yang aktif
|
Pendeknya,
berdasarkan pengalaman praktis dan referensi yang relevan, bahan ajar cetak
PTJJ seyogyanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Lihat pula Dekkers dan Kemp
dalam Lockwood. 1995).
a.
Ditulis
untuk memuaskan pebelajar
b.
Berfokus
pada pengalaman pebelajar
c.
Mengernbangkan
strategi dan keterampi.an be.lajar yang mandiri
d.
Menekankan
pada tujuan pembelajaran
e.
Ditata
sesuai dengan Kebutuhan pebelajar
f.
Bertolak
dari target pebelajar yang jelas
g.
Berisi
fitur. tanda, atau simbol yang dapat- memotivasi pebelajar
h.
Berangkat
dari keterampilan belajar yang diperoleh pebelajar.
i.
Memberikan
pembelajaran yang dipersyaratkan.
j.
Mendorong
pebelajar untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari.
k.
Mengajukan
berulang kali pertanyaan kepada pebelajar.
l.
Memberikan
balikan.
m.
Menguji
dan menggali konsep yang dimiliki pebelajar.
n.
Memberikan
cukup latihan yang dapat. memajukan belajar
o.
Menuntut
kegiatan baca dan aktivitas.
p.
Memungkinkan
pebelajar untuk mengecek dan merefleksi proses dan kemajuan belajarnya.
q.
Mengemas
sajian yang membantu untuk dapat belajar
secara efisien
secara efisien
r.
Menata
informasi yang diperlukan pebelajar untuk setiap bagian.
Selanjutnya,
untuk mewujudkan ciri lengkap dan
membelajarkan dalam bahan ajar PTJJ, sekurang-kurangnya ada tiga hal yang harus
diperhatikan. Ketiga hal itu berkaitan dengan keadaan pebelajar ( mahasiswa
sebagai pengguna bahan ajar), modus pembelajaran yang mengaktifkan, serta
pengemasan bahan ajar.
2.
Pengguna Bahan Ajar.
Bahan
ajar ditulis untuk kepentingan mahasiswa. Bukan untuk kepentingan penulis atau
institusinya semata. Oleh karena itu, kriteria awal bahan ajar PTJJ yang baik
adalah yang dapat memenuhi kebutuhan peserta didik. Untuk menghasilkan bahan
ajar seperti itu, penulis hendaknya bertolak dari pertanyaan: (1) Siapa
mahasiswa saya? dan (2) Bagaimana kemampuan awal mereka? Akan sangat baik
apabila jawaban terhadap kedua pertanyaan itu didasarkan atas data yang benar.
Tak
kalah pentingnya untuk dipahami oleh penulis adalah kultur dan kemampuan
belajar umumnya mahasiswa. Para ahli PTJJ (Garland, 1993; Simpson, 2000) serta
riset yang dilakukan oleh Kadarko (2002) menyimpulkan bahwa secara kultural
mahasiswa UT belum
terlalu siap mengantisipasi dan menyesatkan diri terhadap
perubahan dan (1) ketergantungan terhadap dosen atau guru menjadi belajar
mandiri. (2) belajar tatap muka ke belajar jarak jauh. (3) belajar dari sumber
lisan ke sumber belajar berbasis teks tertulis, (4) lingkungan belajar kampus
ke lingkungan rumah.
Yang
juga harus diperhatikan penulis dalam mengembangkan bahan ajar adalah
peruntukan jenjang program. Untuk mahasiswa jenjang program apa, bahan ajar itu
ditulis? Ini terkait dengan keluasan dan kedalaman ruang materi sajian. Ruang
kurikuler bahan ajar untuk mahasiswa diploma pasti tidak persis sama dengan
jenjang sarjana, yang juga pasti berbeda dengan Program rnagister. Ini harus
dipahami betul oleh penulis, sebab latar belakang pendidikan, pengalaman
keilmuan, dan lingkungan gerak penulis akan mempengaruhi ruang lingkup sajian
bahan ajar. Begitu pula penggunaan bahasa yang hebat ternyata tidak membantu
mahasiswa untuk mencerna materi ajar itu secara cepat dan mudah.
Sementara
itu, faktor-faktor lain yang mempengaruhi mahasiswa seperti akses terhadap
sarana pendukung belajar seperti telepon, tape, mesin video, dan komputer perlu
pula diperhatikan. Pertimbangan ini diajukan agar pengembang bahan ajar tidak
menggunakan media non-cetak yang sukar digunakan oleh mahasiswa karena akses
peralatan sulit, misalnya.
Jadi
pemahaman dan kesadaran yang baik tentang latar belakang mahasiswa, berikut
kultur dan pengalaman belajarnya yang sangat heterogen, serta jenjang program
peruntukan bahan ajar, akan membantu kearifan penulis bahan ajar dalam
menggunakan ragam bahasa, memulai dan menyajikan materi ajar, menata aktivitas
instruksional mahasiswa, serta mengemas bahan ajar. Bahan ajar PTJJ,
sebagaimana dituntut dalam prinsip belajar, harus sesuai dengan tingkat
kemampuan pebelajar, yaitu "mulai dari tempat pebelajar berada".
Sebab jika tidak, muatan bahan ajar tidak akan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan awal peserta didik. Bahan ajar tidak akan dapat dicerna dengan baik,
sehingga kompetensi mata kuliah pun tidak tercapai.
Persoalannya,
bagaimana menentukan titik berangkat sajian bahan ajar bagi mahasiswa yang
memiliki latar belakang yang beragam? Penulis harus mengambil titik moderasi
atau titiktengah agar tidak memfrustasikan mahasiswa yang berkemampuan awal
tidak tinggi, dan menghilangkan minat belajar mahasiswa yang berkemampuan awal
tidak rendah. Untuk menentukan garis tengah tersebut, sangat diperlukan
penilaian profesional penulis.
3.
Modus Pembelajaran
yang Mengaktifkan
Bahan
ajar PTJJ tidak boleh hanya berisi mated ajar seperti halnya buku teks, tetapi
juga secara integratif memuat berbagai aktivitas dan pengalaman belajar yang
bermakna. Untuk itu, apa pun pendekatan instruksional yang dipakai, bahan ajar
harus dapat memicu dan memacu mahasiswa secara aktif untuk belajar.
Oleh
karenanya, bahan ajar harus mampu mendorong mahasiswa untuk merefleksikan
tujuan, proses, dan kemajuan belajarnya. Refleksi dibangun melalui pertanyaan
retoris danretrospektif, serta latihan,
pemberian tugas, dan penilaian diri yang disertai dengan rambu-rambu
yang sesuai.
Lockwood
(1994) menyajikan tiga model yang dapat digunakan untuk mengaktifkan mahasiswa
dalam belajar dengan modul atau bahan ajar cetak.
a.
Tutorial Cetak
Tutorial
adalah bantuan belajar yang diberikan seorang tutor untuk membantu dan
memotivasi mahasiswa memecahkan persoalan belajar, mengatasi kesulitan
penguasaan konsep atau keterampilan, serta memantapkan pemahaman mahasiswa,
yang berujung pada pemicuan dan pemacuan belajar. Dalam tutorial, tutor lebih
berperan sebagai pendukung, fasilitator, dan motivator, daripada sebagai guru
apalagi sebagai juru cerita atau tukang ceramah atau penerus informasi belaka.
Implikasi
dari konsep tutorial-cetak tersebut adalah ketika menulis bahan ajar, penulis
hendaknya membayangkan dirinya sebagai tutor yang sedang berinteraksi dengan
pebelajar.
Pendeknya.
bahan ajar seharusnya menggambarkan apa yang dilakukan penulis, selaku tutor
dan mahasiswa. Penulis membangun keterampilan belajar yang
memungkinkanpebelajar mendapatkan gambaran tentang materi ajar secara utuh.
serta belajar mengintegrasikan apa yang telah dipelajari sebelumnya dengan apa
yang telah diajarkan, sebelum balikan diberikan.
Berbagai
hal yang dapat digunakan untuk menciptakan tutorial cetak di antaranya adalah
sebagai berikut
1)
Konteks,
yang menjelaskan topik,
masalah, gagasan, atau apa put yang dapat memicu aktivitas belajar mahasiswa
2)
Tipografi,
tanda-tanda tertentu
yang mengingatkan siswa untuk berhenti atau melakukan aktivitas tertentu.
3)
Judul,
untuk mengidentifikasi
aktivitas tertentu dan membedakannya dari yang lain.
4)
Rasional, untuk menjelaskan betapa suatu aktivitas
itu penting dilakukan.
5)
Waktu, untuk menunjukkan ruang lingkup dan
kedalaman sebuah respons yang harus diberikan
mahasiswa (tentu saja tergantung pada minat, kemampuan, dan pengalaman
pebelajar).
6)
Instruksi,
untuk memberikan
petunjuk kepada pebelajar. tentang cara memberikan respons yang diharapkan.
7)
Ruang. untuk mencatat respons mahasiswa.
8)
Balikan, yang disampaikan untuk menanggapi
respons yang kira-kira diberikan oleh mahasiswa dan sebagai batu loncatan untuk
menuju pada bagian materi ajar berikutnya.
Tutorial cetak demikian
akan berdampak pada gaya penulisan. yang selanjutnya dapat menciptakan hubungan
virtual di
antara mahasiswa dengan tutor (dosen) yang sangat diperlukan dalam suatu proses
pembelajaran.
Dalam
penerapan tutorial cetak, penulis dapat mengawali tulisannya dengan sajian
kasus, contoh, pemecahan masalah, rancangan lanjutan, ajakan refleksi,
pertanyaan pemandu, atau apa pun yang dapat membuat pebelajar tertarik,
tertantang, dan penasaran. Awal sajian sebaiknya tidak langsung pada materi
ajar. Sementara itu, paparan selanjutnya dapat diselang-seling antara bahasan
konseptual dengan contoh, tugas, pertanyaan, dan penilaian. Pendekatan
induktif-deduktif dan deduktif-induktif dapat pula digunakan secara kombinasi.
Rowntree
(dalam Lockwood, 1994) mengidentifikasi model ragam sajian materi ajar sebagai
berikut.
1)
Topik
demi topik, yang dapat dipelajari
mahasiswa secara berurut.
2)
Urutan
waktu, untuk memudahkan sajian yang memilik struktur materi yang luas seperti
sejarah atau tahapan dalam proses ilmiah.
3)
Ruang
demi ruang atau lingkaran mempunyai pusat yang sama, yang didasarkan pada ruang
atau hubungan geografis materi ajar seperti anatomi, kimia struktur, atau fungsi-fungsi dalam suatu
organisasi.
4)
Struktur
logis atau hierarkis, yaitu suatu tahapan tertentu harus dikuasai lebih dulu
sebelum memasuki memasuki tahapan berikutnya.
5)
Berpusat
pada masalah, yang bertolak dari suatu kasus atau serangkaian persoalan yang
berhubungan dengan minat atau pengalaman mahasiswa.
6)
Urutan
spiral, yang mengupas konsep-konsep dan hubungan di antara berbagai konsep yang
diperkenalkan pada sajian awal, kemudian dikembangkan bersama-sama sehingga
pemahaman mahasiswa tentang konsep-konsep itu semakin berkembang ke arah yang lebih rumit.
7)
Runut
ke belakang, yang mengajak pebelajar
untuk mengenal
suatu proses secara
keseluruhan dan mengajarkan hal yang paling akhir terlebih dahulu Misalnya,
mahasiswa diajak untuk menafsirkan suatu hasil tes kimia sebelum dia memperoleh
keterampilan yang secara formal disajikan oleh penulis
Dalam
penyajian materi ajar, berbagai model itu dapat dikombinasikan sesuai dengan
kebutuhan.
b.
Panduan Kegiatan
Refleksi
Informasi
yang cukup pertu diberikan kepada mahasiswa agar dapat belajar melalui bahan
ajar dengan baik. Juga balikan yang dapat digunakan mahasiswa untuk menilai
sendiri tugas atau pertanyaan yang diresponsnya. Konsep ini didasarkan atas
beberapa asumsi berikut.
1)
Berbagai
aktivitas hanya menawarkan saran dan panduan bagi kegiatan pebelajaran
aktivitas dalam konteks nyata dan bervariasi, yaitu sejumlah keterampilan atau
kemampuan dikembangkan, ciperluas, atau diperbaiki.
2)
Pebelajar
harus dilibatkan secara aktif dalam berpikir kritis dan reflektif yang
dikaitkan dengan pengalaman belajarnya.
3)
Pelbagai
aktivitas kerap menuntut, menyita waktu, dan terkait dengan situasi unik yang
ditemukan oleh pebelajar.
Penulis
hendaknya mampu memancing dan menantang mahasiswa untuk menghubungkan dan
mengungkapkan pengetahuan, pengalaman, serta pendapatnya ketika berhadapan dengan
topik sajian yang baru. Peluang untuk berbeda pendapat antara penulis dan
mahasiswa pun sebaiknya selalu dibuka. Karena itu, selain materi ajar, penulis
pun hendaknya menyajikan pula strategi belajar termasuk cara-cara pemecahan
suatu kasus atau masalah, memberikan rambu - rambu pengerjaan tugas, dan rambu
atau kunci jawaban atas soal atau permasalahan yang diajukan, sehingga
mahasiswa
dapat menilai sendiri
ketepatan jawaban yang diberikannya dan kemajuan belajar yang diraihnya.
c.
Dialog Tertulis
Bahan
ajar PTJJ bukan hanya berisi materi ajar, tetapi juga kegiatan dan pengalaman
belajar yang memberdayakan dan mengaktifkan siswa. Karakter bahan ajar seperti
ini tentu berpengaruh terhadap ragam bahasa yang digunakan oleh penulis. Untuk
ini, penulis perlu menggunakan dialog
tertulis dalam mengembangkan
bahan ajar PTJJ.
Dialog tertulis melontarkan ide-ide yang memungkinkan mahasiswa terlibat
secara aktif dalam bertukar makna, serta membangun dan memantapkan makna.
Penulis dan pebelajar berbagi ide, gagasan,
dan pengalaman dalam hubungan sosial yang relatif sejajar. Begitu pula
dialog tertulis dapat menciptakan suasana yang akrab, yang dapat mengurangi
rasa isolasi mahasiswa PTJJ.
Untuk
menumbuhkan suasana dialogis, dapat digunakan beberapa gaya tulis berikut.
1)
Pribadi. artinya menggunakan kata-kata ganti diri
yang dapat membangkitkan imajinasi seolah-olah ketika mempelajari bahan ajar,
pebelajar berhadapan dan berinteraksi langsung dengan penulis. Karenanya,
penggunaan kata sapaan seperti Anda atau Saudara,
serta kata ganti jamak yang menunjukkan pengakuan
hubungan kesedarajatan antara penulis dengan pebelajar seperti kata kita,
tidak terhindarkan
dalam gaya tulis bahan ajar PTJJ.
2)
Informal-baku, artinya modus berbahasa yang digunakan
hendaknya dapat menimbulkan suasana
kedekatan, kehangatan, dan kebersahabatan antara penulis-pebelajar di satu
sisi, tetapi tetap mencerminkan kecendekiaan atau
keterpelajaran melalui penggunaan ragam baku,
di sisi lain. Ragam formal dan informal terkait dengan suasana yang
diciptakan; sedangkan ragam baku dan tak baku rrerujuk pada ketaatasasan
penggunaan kaidah bahasa.
3)
Imbal wacana, yakni
penggunaan tuturan sapa-jawab yang bersifat multi arah. Penulis menyapa pebelajar dengan berbagai
bentuk ungkapan: pertanyaan langsung dan retoris atau retrospektif, ajakan,
perintah untuk melakukan sesuatu, pujian, dan sebagainya. Tentu saja respon
mahasiswa atas sapaan itu lebih bersifat imajinatif, yang muncul dalam 'realita
khayali’ interaksi penulis-pebelajar.
Sebagai
sebuah bahan ajar yang bersifat membelajarkan, sebaiknya gaya tulis dialogis
yang mencerminkan suasana interaksi pembelajaran yang aktif - reflektif lebih
mewamai.
4.
Pengemasan Bahan Ajar
Ada
empat cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan bahan ajar PTJJ. Cara pertama,
dengan mengkompilasi
berbagai bahan yang telah tersedia (buku teks, artikel, jurnal, dsb.) menjadi
satu bahan ajar. Cara ini biasanya diikuti dengan panduan belajar. Cara kedua,
dengan menggunakan satu
atau beberapa buku teks yang telah tersedia di pasaran. Selanjutnya,
dikembangkan panduan belajarnya bagi mahasiswa. Cara ketiga,
dengan menggunakan buku
teks dan atau referensi lain yang telah tersedia di pasaran, tetapi isi buku itu
diolah ulang (diadaptasi/dimodifikasi) sesuai dengan ketentuan bahan ajar PTJJ.
Pengemasan
bahan ajar tersebut dapat dilakukan dengan upaya berikut
a.
Pelabelan,
yaitu isi digunakan sepenuhnya, tetapi sajian bahan dilakukan dengan
menggunakan warna-warna dan logo institusi untuk mencerminkan citra organisasi
b.
Panduan
belajar, yang berisi berbagai petunjuk bagi pebelajar tentang cara terbaik
belajar dan menggunakan bahan ajar. Di dalam panduan belajar dijelaskan: tujuan
pembelajaran, petunjuk penggunaan bahan, tinjauan mata kuliah, penjelasan
tambahan, penambahan materi baru, contoh lain, ilustrasi, aktivitas
instruksional, balikan, ringkasan, glosarium, dan penilaian.
c.
Contoh
lokal, ditambah dan dilengkapi dengan contoh atau kasus yang dekat dan dikenal
mahasiswa untuk memudahkan dan mendekatkan minatdan pemahaman pebelajar.
d.
Isi
baru, bila buku teks atau referensi yang ada belum mencakup semua hal yang
diperlukan atau ada bagian yang tidak relevan.
e.
Media
baru, yang ditambahkan apabila bahan ajar itu akan sangat baik dan menunjang
pebelajar jika dilengkapi dengan media non-cetak seperti audio, video,
pembelajaran berbasis komputer, dan grafis.
Pelabelan
hanya digunakan untuk cara kedua. Sedangkan pemberian panduan belajar,
penambahan contoh lokal, isi baru, dan media baru, dapat digunakan untuk semua
cara. Hal yang harus diperhatikan bila bahan ajar menggunakan buku teks atau
referensi Iain yang telah tersedia di pasaran adalah masalah hak cipta.
Selain
ketiga cara tersebut, cara terakhir (keempat) merupakan cara yang ditempuh oleh UT
adalah mengembangkan sendiri bahan ajar untuk mahasiswa PTJJ.
5.
Prosedur Pengembangan
Bahan Ajar
Ada
tiga tahap yang dilalui dalam pengembangan dan PrcduKsi bahan ajar cetak.
Ketiganya adalah penyusunan, penataan, dan realisasi
(Ross dalam Lockwood,
1995).
a.
Penyusunan
Seperti
dikemukakan pada awal tulisan ini, pengembangan bahan ajar cetak PTJJ
melibatkan berbagai keahlian yang sulit dibayangkan dimiliki oleh hanya satu
orang Oleh karena itu,
pengembangan bahan dilakukan oleh tim. Tim bekerja melaksanakan tugas-tugas
sebagai berikut.
1)
Merancang
bahan ajar, yang dari segi substansi dituangkan dalam bentuk Profil Rancangan
Mata Kuliah (PRMK). Di dalam PRMK termuat analisis instruksional suatu mata
kuliah, rancangan materi mata kuliah, serta Garis Besar Program Pembelajaran
(GBPP), yang di antaranya berisikan kompetensi mata kuliah, tujuan
pembelajaran, modus dan materi pembelajaran.
2)
Mengembangkan
bahan ajar mata kuliah berdasarkan profill rancangan mata kuliah yang telah
disusun. Pada fase ini dilakukan penulisan dan penelaahan bahan ajar.
Penelaahan dilakukan dari segi materi, bahasa. desain instruksional, dan format
standar bahan ajar.
Berdasarkan
pengalaman, kendala atau tantangan yarig muncul dalam pengembangan bahan ajar
adalah sebagai berikut:
1)
Karena
kesibukan para dosen, bahan ajar kerap tidak dapat diselesaikan dalam waktu
yang telah disepakati.
2)
Banyak
dosen yang sangat menguasai materi, tetapi tidak terbiasa menulis sehingga
tulisan yang dihasilkannya pun tidak runtut dan bernuansakan bahan ajar PTJJ.
Akibatnya, tulisan itu harus ditulis dan diolah ulang.
3)
Dalam
pembelajaran tatap muka kegiatan pembelajaran kerap diwarrai oleh lanturan
(keterlambatan mulai belajar, canda, tutur sapa, atau kegiatan selingan
lainnya) yang mengakibatkan ketidakpadatan atau renggangnya materi dan
aktivitas pembelajaran yang disajikan. Akibatnya, ketika dituangkan ke dalam
bahan ajar cetak. penulis kehabisan ide, “apa lagi yang akan
disampaikan?". Sehingga tidak tahu lagi
apa yang akan ditulis.
4)
Tidak
semua penulis memiliki kesiapan untuk menerima masukan penelaah tentang
kekurangan atau kelemahan materi yang ditulisnya. Untuk mengatasi keadaan seperti
ini, terpaksa harus meminta bantuan penulis lain untuk memperbaikinya.
Berbagai
masalah di atas tentu saja menuntut institusi PTJJ untuk rnempersiapkan bukan
hanya dana dan waktu yang lebih, tetapi juga pengelolaan yang handal dalam
pengembangan bahan ajar, termasuk sumber daya manusianya
b.
Penataan
Penataan
adalah serangkaian proses yang dilakukan mulai dari penanganan buram kasar
bahan ajar hingga menjadi master cetak. Pekerjaan ini meliputi pengetikan,
desain tipografi, ilustrasi, penyuntingan teks, penghalamanan, tata letak,
koreksi cetak percobaan, hingga sampul dan kemasan buku.
Permasalahan
yang kerap muncul pada fase ini biasanya berupa kesalahan mekanis baik yang
ditimbulkan oleh mesin maupun manusia. Ini terjadi karena belum bakunya
peralatan dan keterampilan sumber daya manusia yang menangani.
c.
Realisasi
Fase
ini meliputi seluruh proses manufaktur hingga bahan ajar cetak siap digunakan
oleh mahasiswa. Kegiatan yang terjadi pada fase ini adalah penentuan tiras
cetak, pemilihan perusahan pencetak, pengemasan hasil cetak, hingga
pendistribusian ke tempat penjualan bahan ajar atau ke alamat mahasiswa.
B. Pengembangan
Bahan Ajar Multimedia
1. Pengertian:
Multi Media vs Multimedia
Pada
awal pembahasan ini perlu sekali pembaca mempunyai pengertian yang jelas
mengenai kata multimedia
yang mempunyai makna
berbeda dari frasa multi
media. Makna
kata dan frasa tersebut melibatkan semua jenis media yaitu teks,
garnbar, animasi, suara, dan film atau video. Di manakah perbedaannya?
Perbedaan
makna frasa multi
media dengan kata multimedia adalah: pada frasa multi media, komponen-komponen media tersebut berdiri
sendiri, yaitu teks dan gambar disajikan dalam bahan tercetak atau slide, suara disajikan dalam bentuk kaset
audio, animasi dan film/video disajikan dalam kaset video atau compact disk (CD).
Sedangkan
pada kata multimedia,
semua komponen media:
teks, gambar, animasi, suara, dan film atau video disajikan dalam suatu alat,
yaitu komputer multimedia (Sabatini, 2001). Hal ini mungkin dilakukan sebagai
hasil dari kemajuan teknologi, baik dari sisi perkembangan teknologi
penyimpanan, kecepatan menyimpan dan membaca kembali data yang disimpan, maupun
menyajikannya dalam suatu program pembelajaran sebagai bahan ajar multimedia.
Selain itu, dalam dasawarsa terakhir bidang komputer telah sangat diwamai
dengan pertukaran data dan informasi antarpengguna komputer karena implementasi
teknologi jaringan komputer telah matang.
Secara
lebih rinci, komputer multimedia adalah sebuah komputer yang dilengkapi dengan
perangkat keras dan lunak sehingga memungkinkan data berupa teks, gambar,
animasi, suara, dan film atau video dapat dikelola. Perangkat keras terdiri
atas Central
Procesing Unit (CPU)
yang di dalamnya terdapat motherboard,
processor, hardisk, CD player/writer, sound card untuk pengelolaan data suara , yang pada
komputer keluaran dua tahun terakhir biasanya telah terdapat dalam motherboard. Perangkat keras yang berada di luar boks
CPU adalah speaker
untuk mengeluarkan
suara dari komputer dan mikrofon atau mik untuk memasukkan suara ke dalam
komputer. Gambar di bawah ini menunjukkan suatu set perangkat keras komputer
multimedia
2.
Mengapa Digunakan
Bahan Ajar Multimedia ?
Setiap
komponen media merangsang satu atau lebih indera manusia. Teori Kroehnert
(1990) mengatakan bahwa semakin banyak indera yang terlibat dalam proses
belajar, maka proses belajar tersebut akan menjadi lebh efektif. Teori ini
dapat diterapkan untuk belajar, baik pada anak usia dini maupun untuk orang
dewasa. Secara tegas teori ini menyarankan penggunaan lebih dari satu indera
manusia. Oleh karena itu, pemanfaatan Multimedia dalam
proses pembelajaran dapat diharapkan rneningkatkan hasil
belajar.
Selain
efektif dari sisi pelibatan banyak indera dalam proses belajar, multimedia juga
fleksibel dalam arti menyesuaikan dengan kecepatan belajar seorang pebelajar.
Peserta dengan kecepatan belajar lebih tinggi dapat lebih cepat menyelesaikan
kegiatan belajarnya. sedangkan pebelajar dengan kecepatan belajar lambat dapat
menyelesaikan aktivitas belajarnya sesuai dengan kecepatannya
masing-masing. Tidak terjadi saling nnengganggu antara pebelajar
yang mempunyai kecepatan belajar tinggi
dengan mereka yang mempunyai kecepatan belajar rendah. Hal ini sangat berbeda
dengan pembelajaran di kelas, karena setiap pembelajar dipaksa belajar dengan
kecepatan yang ditentukan oleh guru. Siswa yang mempunyai kecepatan belajar
tinggi dapat merasa bosan, sedangkan siswa dengan kecepatan rendah merasa
pembelajaran terlalu cepat untuk diikuti.
Dari
sisi penyelenggara program pembelajaran, dengan bervariasinya kecepatan belajar
para peserta didiknya, komputer juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan
pencatatan kemajuan belajar masing-masing individu. Dengan cara ini dapat
diperoleh informasi kelompok individu yang belajar dengan cepat, sedang atau
lambat, sehingga perlakuan yang berbeda dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan
kelompok yang telah diidentifikasi.
Bahan
ajar multimedia juga memberikan fleksibilitas dalam tempat dan waktu belajar.
Pebelajar tidak dituntut untuk hadir pada tempat dan waktu tertentu untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran, karena mereka dapat mempelajari bahan ajar
multimedia kapan saja dan di mana saja selama terdapat komputer multimedia.
Dengan karakteristik bahan ajar multimedia seperti tersebut
di atas, bahan
ajar multimedia dapat
dimanfaatkan untuk pembelajaran tatap muka dalam kelas (memberi peluang peserta
untuk melakukan pengulangan atas materi ajar yang belum dipahami) dan sangat
cocok untuk pembelajaran jarak jauh yang lebih menekankan pada belajar mandiri.
3. Kaidah
Umum Pengembangan Bahan Ajar Multimedia
Sebelumnya
telah dijelaskan bahwa bahan ajar multimedia adalah bahan ajar yang medianya
terdiri atas teks, gambar, suara, animasi, dan film yang disampaikan kepada
peserta ajar dengan menggunakan komputer multimedia. Dalam mengembangkan
multimedia, aspek-aspek yang telah dikemukakan Bates berikut ini (1995) perlu
diperhatikan.
1.
Aksesibilitas
media. Aksesibilitas
media adalah seberapa jauh suatu media dapat diakses oleh calon pengguna bahan
ajar multimedia. Bahan ajar multimedia akan mempunyai nilai manfaat rendah bila
tidak dapat diakses oleh calon peng-gunanya. Termasuk dalam aspek ini adalah
pertimbangan mengenai spesifikasi komputer pada pihak peserta ajar yang akan
dipakai untuk mengakses bahan ajar multmedia tersebut Spesifikasi meliputi:
kecepatan prosesor, besamya ruang hard disk yang diperlukan, resolusi layar
monitor, perlu tidaknya CD-ROM, sound
card dan speaker-nya, serta mikrofon.
2.
Biaya.
Biaya yang dimaksud di
sini adalah seluruh biaya yang diperlukan, baik dalam pengembangan maupun dalam
operasional pemanfaatan media, yang akhimya akan dibebankan kepada pengguna
bahan ajar multimedia tersebut.
3.
Efektivitas
dalam pembelajaran. Mengingat
besarnya variasi bidang yang diajarkan dan setiap komponen media mempunyai
kekuatan masing-masing di dalam menyampaikan materi suatu bidang ajar, maka
setiap komponen media (teks, gambar, suara, animasi. dan film) perlu
dimanfaatkan sesuai dengan bidang yang hendak diajarkan. Misalnya, pemakaian
media suara dalam kaset audio tidak tepat untuk pembelajaran tari tradisional
yang harus memadukan gerak, musik serta ekspresi wajah penari. Media yang lebih
tepat dalam hal ini adalah video.
4.
Interaktivitas.
Interaktivitas mengacu
pada seberapa jauh peserta ajar terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang
disampaikan melalui bahan ajar multimedia. Tingkat interaktivitas suatu bahan ajar multimedia mengacu pada potensi bahan
ajar tersebut dalam melibatkan peserta ajamya. Tingkat interaktivitas ini
bervariasi mulai dari yang sederhana, sedang, dan tinggi.
5.
Aspek
lain yang perlu
mendapat perhatian dalam pengembangan bahan ajar multimedia adalah pendekatan dalam Pengembangan. Pendekatan yang ideal bagi pengembangan
bahan ajar multimedia adalah pendekatan tim kerja. Materi bahan ajar multimedia
yang disampaikan harus akurat, strategi penyampaian harus tepat, tampilan harus
menarik. interaksi harus mampu melibatkan siswa dalam Pembelajaran, dan program
komputer harus benar. Untuk itu, sekurang-kurangnya tim pengembang sebaiknya
terdiri atas ahli materi, ahli desain instruksional, ilustrator gratis, pengisi
suara untuk narasi, perneran dalam video, unit produksi audio dan video, dan
pern rog ram komputer yang akan hiengintegrasikan seluruh komponen pembelajaran
dalam satu paket bahan ajar multimedia.
4. Peralatan
dalam Pengembangan Bahan Ajar Multimedia
Peralatan
minimal untuk pengembangan bahan ajar multimedia adalah sebuah komputer
multimedia seperti yang telah dijelaskan di bagian awal. Secara lebih rinci.
peralatan yang diperlukan adalah sebagai berikut
1.
Perangkat
keras tambahan yang jenis dan fungsinya sebagai berikut:
a.
Kamera
digital berfungsi untuk mengambil gambar, baik
gambar mati maupun gambar bergerak, dan memasukkan hasil pengambilan gambar ke
dalam komputer. Komputer digital keluaran terbaru biasanya sudah dilengkapi
dengan USB (Universal
Serial Bus) yang
dipakai untuk menghubungkan kamera digital dengan komputer.
b.
Kamera
video digital berfungsi secara khusus untuk mengambil
gambar hidup dan mati, menyimpannya dalam suatu media digital, misalnya hard disk atau digital video tape, dan memindahkan gambar ke dalam
komputer. Ada dua jenis hubungan kamera video digital ke komputer, yaitu USB seperti pada kamera digital dan dengan firewire yang mempunyai kecepatan transfer data
yang lebih tinggi dari USB.
c.
Scanner
berfungsi untuk
mengambil gambar-gambar mati yang telah tercetak dalam suatu buku, majalah,
atau jurnal yang diperlukan dalam suatu bahan ajar multimedia.
2.
Perangkat
lunak dalam pengembangan
bahan ajar multimedia
Mengingat
komponen bahan ajar multimedia terdiri atas teks, gambar, suara, animasi dan
film, maka diperlukan perangkat lunak yang dipakai untuk mengolah masing-masing
jenis media ini. Untuk media teks, hampir setiap perangkat lunak menyediakan
fasilitas untuk pengolah teks lengkap dengan ukuran, jenis, dan warna fonts serta sfy/e-nya. Beberapa perangkat
lunak dalam pengembangan bahan ajar multimedia sebagai berikut.
a.
Perangkat
lunak pengolah gambar. Terdapat
banyak perangkat lunak yang bisa dipakai untuk mengolah gambar, misalnya MS PnntBrush, Adobe Photo Shop, Corel
Draw, dan lain-lain. Masing-masing pembuat perangkat lunak
berlomba-lomba untuk merebut pasar, sehingga makin lama masing-masing perangkat
semakin canggih dan kriteria
untuk memilihnya adalah
keterpenuhan kebutuhan pengembangan jangka menengah dan jumlah
dana yang tersedia. Perlu disampaikan di sini adalah
portabilitas dari hasil gambar yang dihasilkan beserta ukuran data digital
gambar karena gambar akan ditampilkan secara terintegrasi dengan perangkat
lunak yang lain. Untuk itu, disarankan agar gambar dibuat dalam format GIF, JPG, atau PNG yang mempunyai ukuran data digital
relatif kecil dan mempunyai portabilitas yang tinggi.
b.
Perangkat lunak
pengolah suara. Seperti
halnya perangkat lunak, pengolah suara juga bermacam-macam, misalnya, Wave Editor, Goldwave, dan Ulead Audio. Kriteria yang dipakai untuk memilihnya
pun sama, yaitu keterpenuhan pengembangan jangka menengah dan ketersediaan
dana. Format penyimpanan data digital suara
pun harus diperhatikan karena
format ini menentukan besar kecilnya data digital
suara dan portabilitas dari format data digital suara. Untuk itu.
pilihan format yang disarankan untuk data suara adalah mp3 karena ukuran data
digitalnya kecil, namun kualitas tidak turun secara signifikan serta perangkat
lunak pemutamya (player)
dapat diperoleh secara
gratis
c.
Perangkat
pengolah animasi. Ada
beberapa pengolah data animasi, antara lain 6if Animator. Swish, Flash MX dan Macromedia Director. Keempat pengolah animasi ini hasilnya
dapat ditampilkan melalui web
browser, misalnya
Internet Explorer atau Netscape. Untuk pengolah yang pertama, hasilnya
dapat secara langsung ditampilkan sedangkan pengolah yang lainnya, hasil
pengolahan memerlukan program flash
player untuk
memutarnya.
d. Pengolah data video. Terdapat banyak pula perangkat lunak
pengolah data video digital, misalnya Video
Edit Magic. Ulead Video Studio. AVI
Editor, dan
Video Impression. Masing-masing perangkat lunak mempunyai
batas kemampuan untuk menangani jumlah layer
audio atau video serta fasilitas untuk menghasilkan
efek-efek yang mungkin diperlukan dalam bahan ajar multimedia. Format video AVI mempunyai ukuran data digital yang
sangat besar sehingga bila perlu, dihindari pemakaian format ini.
e.
Pengkonversi
data digital. Data
yang dihasilkan oleh perangkat keras tidak selalu sesuai dengan format akhir
yang diperlukan dalam bahan ajar multimedia. Misalnya, suara yang direkam dari
komputer dengan menggunakan perekam suara biasa dalam format WAV memerlukan tempat yang besar untuk
menyimpan data digital suaranya. Untuk itu diperlukan perangkat lunak
pengkonversi menjadi format mp3, misalnya dengan program MP3Wav Editor atau dengan GoldWave.
f.
Perangkat
lunak pengintegrasi komponen bahan ajar multimedia. Pengintegrasian komponen-komponen bahan
ajar multimedia harus menjadi pertimbangan pertama ketika menentukan dengan
perangkat apa media belajar multimedia akan ditampilkan. Pilihan yang tersedia
antara lain apakah melalui web browser, seperti
misalnya Internet
Explorer, Netscape, atau
memakai Flash
Player. Pertimbangan
yang harus dibuat adalah aksesibilitas dari program yang akan dipakai untuk
menampilkan bahan ajar multimedia. Bila bahan ajar akan ditampilkan melalui
suatu web browser, maka Fontpage, WebPlus, atau HTML editor Iain dapat dipergunakan. Bila memakai Flash Player, maka Macromedia Flash MX diperlukan untuk mengintegrasikan.
g.
Selain
perangkat lunak yang diperlukan untuk mengolah data digital, di internet
terdapat pula kumpulan data digital yang boleh dipakai secara bebas. Kumpulan
data digital semacam ini biasa disebut dengan clip arts. Dengan tersedianya klip-klip
tersebut, baik
audio, gambar, maupun video, bila cocok dengan kebutuhan pengembangan bahan ajar multimedia dapat dipergunakan sehingga
biaya. waktu dan energi pengembangan dapat dihemat. Mesin
pencari dapat digunakan untuk mendapatkan klip-klip
tersebut di internet
5. Pengembangan
Bahan Ajar Multimedia
Berikut
ini adalah cara umum pengembangan bahan ajar multimedia. Hal pertama yang perlu
dicatat adalah karena bahan ajar terdiri dari berbagai media, maka pengembangan
bahan ajar multimedia sebaiknya dikembangkan oleh sebuah tim. Tim pengembangan
bahan ajar multimedia sebaiknya terdiri atas ahli materi, ahli gratis, sub-tim
produksi audio dan audio bila diperlukan. Karena bahan ajar multimedia akan
disajikan melalui sebuah komputer, maka diperlukan pemrogram komputer.
Dengan
asumsi bahwa bahan ajar atau naskah bahan ajar yang akan dikembangkan telah
siap, maka tim pengembang bertemu untuk menyusun rencana bahan ajar multimedia
yang akan dikembangkan. Tahap ini adalah tahap yang penting, karena akan
ditentukan media apakah yang akan dipakai untuk tiap-tiap bagian dari bahan
ajar berdasarkan kriteria pemilihan media yang telah dijelaskan sebelumnya.
Efektivitas media dalam proses pembelajaran tetap menjadi kriteria yang sangat
penting, namun tidak berarti kriteria biaya dan
aksesibilitas media dapat
diabaikan.
Hal
berikut yang perlu dilakukan oleh tim setelah penentuan media per bagian dari
bahan ajar, yaitu menentukan bagaimanakah media akan dipakai secara rinci, atau
apakah yang akan disampaikan melalui media-media yang telah diidentifikasi.
Akhir dari tahapan perencanaan ini adalah dokumen rencana pengembangan bahan
ajar multimedia yang akan menjadi bahan acuan bagi tiap-tiap anggota tim dalam
mengerjakan bagian-bagian pengembangan yang menjadi tanggung jawabnya.
Rencana
pengembangan bahan ajar multimedia perlu melibatkan penjelasan layar demi layar
dari bahan ajar multimedia. Bagian-bagian yang akan muncul pada setiap layar
meliputi teks, gambar, animasi, audio atau video, serta tombol dan hubungan
navigasi yang akan dipakai oleh pihak pengguna bahan ajar multimedia tersebut.
Berdasarkan
rencana ini, tiap-tiap anggota mengembangkan bagian-bagian bahan ajar
multimedia. Apabila masing-masing anggota tim telah menyelesaikan tugas
masing-masing bagian dari bahan ajar multimedia, pemrogram komputer bertanggung
jawab untuk merangkai bagian-bagian tersebut menjadi satu rangkaian utuh bahan
ajar multimedia. Selain itu, perlu juga dibuat petunjuk instalasi dan pemakaian
bahan ajar mutlimedia tersebut
Sebelum
bahan ajar multimedia didistribusikan kepada pemakai, sebaiknya dilakukan uji
coba dan evaluasi tertebih dahulu. Uji coba dilakukan oleh tim untuk melihat
apakah bahan ajar multimedia yang telah dikembangkan sesuai dengan yang telah
direncanakan atau ada hal-hal yang perlu direvisi, karena telah terjadi
kesalahan atau kelemahan dalam perencanaan. Setelah dinyatakan lulus dalam uji
coba oleh tim, sebaiknya bahan ajar multimedia dievaluasi oleh pihak di luar
tim secara terbatas dengan kriteria evaluasi.
6. Evaluasi
Bahan Ajar Multimedia
Bahan
ajar multimedia perlu dievaluasi, baik
sebelum atau setelah disampaikan kepada peserta. Berikut ini adalah daftar dari
aspek-aspek bahan ajar multimedia yang perlu dievaluasi.
a.
Instalasi
b.
Isi
c.
Materi
pembelajaran
d.
Akurasi
teknis
e.
Kualitas
teknis
f.
Dasar-dasar
pembelajaran
g.
Identifikasi
sasaran
h.
Tujuan
pembelajaran
i.
Strategi
pembelajaran
j.
Informasi
pendkung]motivasi
k.
Pemanfaatan
media
l.
Nuansa
m.
Estetika
n.
Interaktivitas
o.
Navigasi
p.
Pengujian
hasil belajar
q.
Pencatatan
r.
Kreativitas
C.
Pengembangan
Dan Pemanfaatan Bahan Ajar Suplemen Dalam Pendidikan Tinggi Jarak Jauh
Salah
satu karakteristik penting dari penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ)
adalah terpisahnya secara fisik antara individu yang belajar dengan sumber
belajar. Dalam PJJ proses belajar terjadi dengan bantuan minimal dari guru atau
dosen. Dalam sistem ini, peran bahan ajar menjadi sangat vital karena bahan
ajar tersebut memuat materi ajar yang harus dipelajari oleh siswa untuk
mencapai suatu kompetensi yang diinginkan. Bahan ajar dalam hal ini berperan
sebagai sarana penyampai atau materi ajar dari sumber belajar kepada siswa.
1.
Pengertian Bahan Ajar
Bahan
ajar diartikan sebagai sarana menyampaikan materi atau substansi yang dapat
dipelajari oleh siswa. Sebuah bahan ajar memuat materi atau substansi yang
dipelajari oleh siswa.
Tujuan
siswa mempelajari bahan ajar ialah mencapai kompetensi spesifik. Bahan ajar
biasanya berbentuk jenis media yang bervariasi yaitu: cetak, kaset audio,
program video, kit percobaan dan peralatan laboratorium, dan perangkat
komputer.
2.
Sifat Bahan Ajar
Suplemen
Sifat
bahan ajar yang digunakan dalam PJJ perlu diselaraskan dengan karakteristik utama dari penyelenggaraan PJJ yaitu
"keterpisahan secara fisik antara mahasiswa dengan sumber belajar".
Oleh karena itu, bahan ajar yang dipergunakan dalam penyelenggaraan PJJ perlu
dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat 1) modular, 2) self contained, dan 3) self instruction.
1.
Modular
Sistem
modular mempunyai arti bahwa bahan ajar dalam PJJ terdiri dari modul-modul yang
jika dipelajari secara menyeluruh akan memungkinkan siswa memiliki kompetensi
spesifik. Dalam sistem modular, setiap modul berisi sejumlah subtopik yang
penting untuk dipelajari sehingga apabila siswa mempelajarinya dengan
sistematis dan komprehensif. ia akan menguasai kompetensi atau kemampuan
tertentu. Bahan ajar dengan sistem modular dapat dirancang dengan menggunakan
dua pendekatan, yaitu berjenjang (hierarkis)
dan berkelompok (kluster)
Bahan
ajar dengan menggunakan pendekatan berjenjang terdiri dari sekumpulan modul
yang harus dipelajari secara bertahap dan sistematis. Siswa harus mempelajari
setiap subtopik yang terdapat dalam modul dengan cara berjenjang. Dengan kata
lain, siswa dipersyaratkan untuk menguasai atau memiliki pemahaman yang baik
terhadap satu subtopik sebelum mempelajari subtopik lain yang lebih tinggi
jenjangnya. Sebaliknya. bahan ajar yang menggunakan sistem berkelompok tidak
mengharuskan siswa untuk belajar secara berjenjang. Siswa bebas memilih
subtopik yang akan dipelajari lebih dahulu sesuai dengan kebutuhan belajarnya.
2.
Self
Contained
Dalam
PJJ, terbatasnya pertemuan tatap muka antara siswa dengan sumber belajar
memerlukan aplikasi pendekatan lain dalam mendesain bahan ajar. Sifat self contained mempunyai makna bahwa setiap bahan ajar
perlu memuat secara lengkap materi atau substansi materi keilmuan yang perlu
dipelajari siswa sehingga diaplikasikan secermat mungkin. Melalui bahan ajar
yang bersifat self
contained ini,
siswa akan dapat mempelajari seluruh substansi keilmuan secara utuh yang
terdapat dalam sebuah bahan ajar.
3.
Self
Instruction
Istilah
self instruction dalam bahan ajar PJJ diartikan bahwa
bahan ajar harus mampu membuat siswa belajar secara mandiri dengan bantuan yang
relatif minimum dari tutor. Bahan ajar yang bersifat self instruction, apapun jenisnya, harus didesain agar berisi
petunjuk-petunjuk yang dapat membelajarkan siswa yang mengikuti program PJJ.
Misalnya, petunjuk agar siswa mengerjakan latihan (exercise) setelah mempelajari sebuah bahan ajar.
Agar dapat memotivasi mahasiswa untuk mengerjakan latihan, perlu disusun petunjuk
yang relevan di dalam bahan ajar.
Bahan Ajar Utama dan Bahan Ajar Suplemen
Jenis
bahan ajar yang digunakan dalam penyelenggaraan SPJJ pada umumnya dapat
digolongkan menjadi bahan ajar utama dan bahan ajar suplemen. Bahan ajar utama adalah bahan ajar yang dijadikan sebagai
acuan utama untuk mempelajari isi atau materi pelajaran. Bahan ajar utama
merupakan sarana pokok dalam mempelajari mata kuliah yang disampaikan digunakan
oleh institusi penyelenggara PJJ untuk menyampaikan materi atau isi pelajaran
yang harus dipelajari oleh siswa. Bahan ajar lain yang digunakan di luar bahan
ajar utama dan berfungsi melalui bahan ajar utama disebut sebagai bahan ajar suplemen.
Isi
bahan ajar suplemen adalah materi ajar yang digunakan untuk
menambah wawasan dan pemahaman siswa dalam mempelajari materi ajar yang
terdapat dalam bahan ajar utama. Isi bahan ajar suplemen dapat berupa contoh
kasus atau contoh implementasi dari konsep-konsep yang dibahas dalam bahan ajar
utama. Dengan mempelajari bahan ajar suplemen, mahasiswa akan memperoleh
kompetensi tambahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
3. Jenis
Bahan Ajar
Jenis
bahan ajar yang dapat digunakan sebagai suplemen untuk mempelajari bahan ajar
utama yang digunakan dalam PJJ sebagai berikut: cetak, audio/radio,
video/televisi, kit dan laboratorium, serta pembelajaran berbantuan komputer.
1.
Bahan
Ajar Cetak
Bahan
ajar cetak sejak dulu banyak digunakan sebagai bahan ajar dalam penyelenggaraan
PJJ. Hal ini disebabkan bahan ajar cetak merupakan jenis media yang dapat
digunakan oleh siswa tanpa bergantung pada faktor tempat dan waktu. Dengan kata
lain, bahan ajar cetak dapat digunakan di mana saja dan kapan saja oleh
penggunanya. Jenis bahan ajar cetak yang dapat digunakan sebagai bahan ajar
suplemen yaitu : panduan
belajar, lembar tutorial, dan buku kerja.
Panduan
belajar digunakan
sebagai petunjuk untuk mempelajari materi yang terdapat dalam sebuah bahan
ajar, sedangkan lembar
tutorial biasanya
digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan materi tutorial dari tutor kepada
siswa. Buku
kerja adalah lembar
kerja yang diperlukan oleh siswa dalam berlatih dan mempelajari konsep-konsep
yang terdapat dalam bahan ajar utama.
2.
Bahan
Ajar Audio/Radio
Jenis
bahan ajar lain yang dapat digunakan sebagai bahan ajar suplemen yaitu bahan
ajar audio. Bahan ajar ini biasanya digunakan untuk mengajarkan mata pelajaran
yang memerlukan pemahaman terhadap konsep verbal melalui pengucapan dan bunyi.
Bentuk
bahan ajar audio dapat berupa audio
kaset, compact disc audio dan siaran radio. Mata pelajaran bahasa, seni dan sastra
biasanya banyak menggunakan bahan ajar berbentuk audio.
Siaran
radio sering digunakan untuk menyampaikan materi ajar pada siswa yang berada
pada lokasi yang terpencil. Pada umumnya, hampir semua jenis informasi dapat
dikomunikasikan melalui siaran radio. Agar penyelenggaraan proses pembelajaran
berlangsung efektif, sebelum siaran berlangsung mahasiwa perlu memperoleh
jadwal siaran. Dengan cara ini siswa dapat mengetahui waktu penayangan program
melalui jadwal yang diberikan.
3.
Bahan
Ajar Video/Televisi
Bahan
ajar berbentuk program video dan siaran televisi telah lama digunakan sebagai
sarana untuk menyampaikan isi atau materi ajar dalam penyelenggaraan PJJ. Bahan
ajar video memiliki keunggulan dalam menyampaikan informasi dan pengetahuan
yang bersifat nyata. Di samping itu, bahan ajar video juga mampu dengan efektif
menyampaikan materi yang bersifat proses atau prosedural. Bahan ajar video juga
dapat digunakan untuk menambah pemahaman siswa tentang aplikasi dari
konsep-konsep yang tengah dipelajari melalui bahan ajar utama.
Seperti
halnya siaran radio, siaran televisi sampai saat ini juga masih banyak
digunakan dalam penyelenggaraan PJJ. Siaran televisi dapat digunakan untuk
menayangkan program bantuan belajar atau tutorial yang diselenggarakan oleh lembaga
penyelenggara pendidikan jarak jauh. Siaran televisi dapat menayangkan orang.
objek, dan peristiwa yang perlu dipelajari sebagai sumber belajar oleh siswa
yang mengikuti program PJJ.
4.
Bahan Ajar Laboratorium dan Kit
Bahan
ajar laboratoriom dan kit biasanya digunakan untuk melatih keterampilan tentang
aspek - aspek tertentu yang sedang dipelajari. Bahan ajar jenis ini dapat juga
digunakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bersifat langsung bagi
mahasiswa dalam mempelajari konsep-konsep yang terdapat dalam bahan ajar utama.
Bahan
ajar berbentuk kit biasanya berupa paket bahan ajar yang terdiri dari peralatan
bahan dan keterangan atau panduan tentang
bagaimana cara mempelajari kit tersebut. Panduan yang terdapat dalam
bahan ajar kit dapat digunakan baik oleh siswa maupun tutor.
5.
Pembelajaran
Berbasis Komputer
Perkembangan
teknologi yang pesat telah memberikan Kontribusi yang sangat positif terhadap
penggunaan komputer sebagai sarana pembelajaran. Aktivitas pembelajaran
komputer dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti pengolahan
kata, penyimpanan data,
pembuatan grafis, dan komunikasi informasi.
Pembelajaran
berbasis komputer saat ini telah banyak
digunakan dalam PJJ.
Untuk keperluan ini, komputer telah dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran
interaktif antara siswa dengan sumber belajar - guru atau tutor. Aplikasi
komputer yang perlu dipelajari oleh siswa dapat disampaikan melalui Perangkat
lunak yang berbentuk disket atau disc.
Di samping Perangkat
lunak sebagai bahan ajar, jaringan komputer juga dapat digunakan sebagai sarana
belajar dalam SPJJ. Dengan menggunakan jaringan komputer sebagai sarana
pembelajaran, siswa dapat saling bertukar informasi dan pengetahuan untuk ebih
memahami isi mata pelajaran yang terdapat dalam bahan ajar utama.
Selain
digunakan untuk melakukan interaksi. jaringan komputer juga dapat digunakan
untuk mencari informasi dan Pengetahuan yang diperlukan dalam belajar. Di
negara maju yang memiliki tingkat melek komputer yang tinggi. penggunaan
komputer telah mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
keberhasilan belajar individu.
4. Fungsi
Bahan Ajar Suplemen
Bahan
ajar suplemen yang digunakan dalam PJJ pada umumnya mempunyai beberapa fungsi,
yaitu: (1) memperluas wawasan pengetahuan siswa, (2) memberi contoh aplikasi
konkrit, (3) sebagai sarana latihan dan praktek, (4) membantu siswa mempelajari
konsep-konsep yang sulit
Bahan
ajar suplemen juga dapat digunakan untuk menambah wawasan dan pengetahuan siswa
dalam mempelajari bahan ajar utama. Bahan ajar suplemen misalnya. dapat
digunakan untuk menambah wawasan pengetahuan tentang perkembangan yang mutakhir
dari konsep yang tengah dipelajari. yang tidak terdapat dalam bahan ajar utama.
Bahan
ajar suplemen juga dapat digunakan untuk memberi contoh tentang aplikasi konsep-konsep
yang dipelajari dalam bahan ajar utama. Contoh aplikasi yang digunakan dalam
bahan ajar suplemen adalah aplikasi konsep dalam situasi nyata. Melalui bahan
ajar suplemen seperti ini, mahasiswa akan dapat mencoba mengaplikasikan
pengetahuan yang tengah dipelajari dalam suatu situasi nyata.
Bahan
ajar suplemen dapat digunakan sebagai sarana bagi siswa untuk mensimulasikan
keterampilan-keterampilan yang tengah dipelajari melalui bahan ajar utama. Agar
siswa dapat dengan efektif melakukan simulasi, bahan ajar suplemen seperti ini
perlu dilengkapi dengan panduan.
Dalam
penyelenggaraan PJJ, tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan dalam
mempelajari konsep-konsep yang terdapat dalam bahan ajar utama. Masalah ini
dapat diatasi dengan mencantumkan penjelasan-penjelasan tambahan dalam bahan
ajar suplemen.
5. Tahap
Pengembangan Bahan Ajar Suplemen
Untuk
membuat bahan ajar suplemen dalam PJJ. pada dasamya diperlukan beberapa tahap
kegiatan. yaitu:
1.
Penilaian
Kebutuhan Belajar Siswa
Untuk
mengetahui kebutuhan belajar siswa, pengembang bahan ajar suplemen dapat
melakukan analisis kebutuhan belajar. Hal ini dapat dilakukan melalui survei
dengan menggunakan sampel terbatas. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab
dalam analisis kebutuhan ini, antara lain sebagai berikut
a.
Apakah
siswa mengalami kesulitan dalam memahami
bahan ajar utama?
b.
Bagian
mana yang sulit dipahami?
c.
Apakah
siswa memerlukan bahan ajar tambahan?
Jawaban-jawaban
yang diperoleh terhadap pertanyaan-pertanynanyaan di atas perlu dianalisis.
Hasil analisis dapat dijadikan masukukan untuk mendesain dan memproduksi bahan
ajar suplerrmemen.
2. Menentukan Tujuan Utama Pembuatan Bahan
Ajar Suplemen
Hal
penting yang perlu diperhatikan dalam membuat bahan ajar suplemen untuk PJJ
adalah menentukan tujuan atau rasional mengapa bahan ajar suplemen perlu
dibuat. Penentuan tujuan bahan ajar suplemen akan mempengaruhi desain dan
produksi bahan ajar itu sendiri. Misalnya. jika kita memutuskan membuat bahan
ajar suplemen yang akris akan membantu menjelaskan konsep-konsep tertentu yang
terdapattsoat dalam bahan ajar utama, kita dengan cermat perlu nenetapsltapkan
bagian-bagian atau unit-unit pelajaran yang sulit dipelajari oleh siswa dan
bagaimana membuatnya menjadi lebih jelas mudah dipahami dalam bahan ajar
suplemen.
3.
Penentuan
Jenis Bahan Ajar
Setiap
jenis bahan ajar yang digunakan sebagai suplemen dalam PJJ memiliki
karakteristik yang spesifik. Bahan ajar cetak, misalnya, memiliki kekuatan
dalam hal penggunaannya yang bersifat fleksibel - tidak bergantung pada aspek
ruang dan waktu. Bahan ajar audio memiliki kekuatan yang dapat dimanfaatkan
untuk pembelajaran bahasa, musik, dan seni. Unsur bunyi pada bahan ajar audio
dapat digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep yang terdapat dalam bahan ajar
utama.
Bahan
ajar berbentuk video memiliki kelebihan yang "dapat digunakan
untuk memperiihatkan studi
kasus atau implementasi konsep-konsep tertentu secara nyata.
Interaktivitas yang tinggi merupakan
keunggulan komputer yang dapat
digunakan dalam penyelenggaraan PJJ.
4.
Menentukan
Tujuan Instruksional
Tujuan
instruksional yang terdapat dalam sebuah bahan ajar mencerminkan kompetensi
yang akan dimiliki oleh siswa setelah mempelajari bahan ajar. Untuk merumuskan
tujuan instruksional pada bahan ajar suplemen, kita perlu melihat tujuan
instruksional yang tercantum dalam Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) dari
suatu bidang studi atau mata pelajaran dan juga bahan ajar utama yang digunakan
dalam SPJJ.
Hasil
analisis kebutuhan belajar juga perlu dipertimbang-kan dalam merumuskan tujuan
instruksional bahan ajar suplemen. Analisis terhadap semua bahan tersebut
dilakukan dengan cara melihat tujuan-tujuan instruksional mana saja yang belum
dapat dicapai oleh siswa, dan kenapa tujuan instruksional tersebut belum
tercapai. Perumusan tujuan instruksional pada bahan ajar suplemen yang akan
dibuat selalu didasarkan pada temuan yang didapat pada hasil analisis terhadap
kebutuhan belajar siswa.
5.
Menentukan
Strategi Pembelajaran
Strategi
pembelajaran adalah cara yang perlu dilakukan untuk membuat siswa dapat
memanfaatkan bahan ajar secara efektif. Misalnya. agar siswa berminat untuk
mempelajari bahan ajar suplemen, rnaka dalam bahan ajar tersebut perlu
dicantumkan contoh-contoh aplikasi atau kasus-kasus yang perlu dipelajari untuk
memahami konsep-konsep yang terdapat dalam bahan ajar utama. Banyak strategi
lain yang dapat dilakukan untuk membuat siswa berminat mempelajari bahan ajar
suplemen.
6.
Menulis
Bahan Ajar Suplemen
Setelah
menentukan tujuan pembuatan bahan ajar, tujuan instruksional, dan strategi pembelajaran
yang akan digunakan dalam bahan ajar suplemen, langkah berikutnya adalah
mendesain, mengembangkan, dan menulis bahan ajar suplemen. Pembuatan beberapa
jenis bahan ajar memerlukan langkah awal dalam bentuk penulisan naskah,
misalnya pada bahan ajar audio, video dan pembelajaran berbasis komputer.
Naskah,
dalam hal ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk memproduksi program tersebut.
Naskah dalam pembuatan program audio visual sangat berperan dalam menjaga
akurasi substansi atau isi program dan juga cara mengkomunikasikan isi dan
substansi bahan ajar tersebut.
7.
Evaluasi
Bahan Ajar Suplemen
Evaluasi
sangat diperlukan dalam menentukan kualitas program bahan ajar suplemen.
Evaluasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bahan ajar tersebut diimplementasikan
dan digunakan oleh siswa (audience). Jenis evaluasi ini dikenal dengan istilah
"evaluasi formatif yang bertujuan untuk menemukan kelemahan-kelemahan yang
masih perlu diperbaiki sebelum bahan ajar suplemen diimplementasikan.
8.
Revisi
dan Implementasi
Setelah menemukan kelemahan-kelemahan
yang masih terdapat dalam bahan suplemen, langkah berikutnya yaitu merevisi
bahan ajar tersebut. Revisi dapat dilakukan pada isi/substansi bahan ajar serta
strategi yang digunakan untuk membelajarkan substansi tersebut kepada siswa.
Setelah semua langkah ini dilakukan, bahan ajar suplemen tersebut dapat
digunakan dalam PJJ.
6. Personel
dalam Pengembangan Bahan Ajar Suplemen
Agar
bahan ajar suplemen dapat dimanfaatkan secara optimal dalam penyelenggaraan
PJJ, pengembangan dan produksinya perlu melibatkan sejumlah personel, yaitu:
1.
penulis
bahan ajar.
2.
perancang
instruksional. Serta
3.
ahli
materi.
Ketiganya
melakukan kolaborasi untuk menghasilkan bahan ajar yang dapat membantu
aktivitas belajar siswa yang mengikuti program PJJ. Ahli substansi bertanggung
jawab terhadap akurasi materi pelajaran yang akan dikembangkan dalam bahan ajar
suplemen, sedangkan perancang instruksional bertanggung jawab terhadap
sistematika penyampaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar